BANTUL – SPJ – Aktivitas menerjemahkan karya sastra dari bahasa asing kedalam bahasa Indonesia adalah salah satu pilihan proses kreatif yang mengasyikkan, demikian ujar Nunung Deni Puspitasari. Hal itu diakui Nunung dalam launching buku novel ‘Pesona Odysseus’ karya Evald Flisar sastrawan asal Slovenia dalam acara #SelasaSastra, ‘Merana Merona’ di Ganjuran Food Court, Rabu (24/01/2024).
Sebagai penerjemah karya-karya Evald Flisar di Indonesia, Nunung Deni Puspitasari juga mengakui dia bisa belajar banyak dari pengalaman yang dijalani.
“Salah satu tantangan yang disukai Nunung Deni Puspitasari saat menerjemahkan adalah ketika menjumpai kosa kata yang tidak umum, jika diartikan dan dicari padanannya susah dalam konteks Indonesia. Ini menantang untuk mencari terjemahannya yang pas,” kata Nunung.
Dalam situasi seperti itulah penerjemah harus bisa memutuskan apakah perlu diadaptasi dalam konteks kultur di Indonesia atau tidak.
“Komunikasi antara penerjemah dan penulis tetap harus intensif selama proses penerjemahan berlangsung, agar tidak terjadi salah interpretasi,” papar Nunung Deni Puspitasari sembari menyebut bahwa novel ‘Pesona Odysseus’ karya Evald Flisar yang kali ini diterjemahkan adalah karya paling menantang di antara karya-karya Evald Flisar lainnya yang sebelumnya diterjemahkan.
Hal yang juga disukai Nunung Deni Puspitasari dari karya Evald Flisar adalah eksplorasi ceritanya yang beragam. Bisa menukik ke hal yang terkait dunia psikologis tokoh, budaya, dunia medis, dan lainnya.
Di sisi lain, menurut R. Ari Prasetya Nugroho, mewakili penerbit buku Jejak Pustaka menyatakan, salah satu sisi menarik dari novelis Evald Flisar adalah ternyata cukup suka dengan Indonesia. Hal itu terbukti bahwa kisah dalam novel ‘Pesona Odysseus’ juga berbau latar cerita di Bali, termasuk juga menyebut soal hutan di Kalimantan dan Sumatera. Ini menunjukkan minat yang cukup besar dari Evald Flisar untuk mengangkat Indonesia ke ranah internasional.
“Evald Flisar juga cukup cerdas mengambil tokoh cerita, yaitu seorang penderita amnesia yang bisa saja lupa ingatan sehingga bertindak di luar kendali. Mencari teman-temannya melalui e-mail dan lain sebagainya,” tutur Ari Nugroho, pemimpin redaksi Penerbit Jejak Pustaka.
Sejauh ini, ‘Pesona Odysseus’ adalah karya Evald Flisar yang ketujuh dari yang sudah diterjemahkan Nunung Deni Puspitasari. Selain itu sebelumnya secara berturut-turut telah diterjemahkan karya Evald Flisar lainnya, seperti novel ‘Murid si Tukang Sihir’, novel ‘Mimpi Ayahku’, naskah drama ‘Planet ke Sebelas’, novel ‘Kata-kata di Atas Awan’, novel ‘Jika Aku Punya Waktu’, dan novel ‘Alice di Tanah yang Gila’.
Tedi Kusyairi, koordinator #SelasaSastra disela-sela diskusi mempertanyakan perihal profesi penerjemahan karya sastra asing, apakah itu profesi yang layak dipilih ditengah-tengah gempuran sastra populer di Indonesia.
Nunung mengatakan bahwa point pentingnya adalah proses belajar bahasa dan sastra itu sendiri, karena sebagai penulis, sebagai orang yang mencintai sastra, membaca karya sebanyak mungkin itu menjadi keharusan.
“Biasanya jika kita konsisten, masalah finansial akan menyertai juga, jadi intinya terus berproses dan konsisten,” ungkap Nunung. (RYN)