KOTA YOGYAKARTA – SPJ – Teater Amarta bekerjasama dengan paguyuban PKK Siliran Kota Yogyakarta menggelar pementasan teater dengan judul ‘Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga’, minggu (23/10/2022) mulai pukul 19.30 wib di concert hall Taman Budaya Yogyakarta.
Naskah ditulis oleh Latief S. Nugroho, disutradari oleh Nunung Deni Puspitasari, dengan para pemain dari PKK Silirian yakni; Siti Nikandaru, Chairina, Iin Suminar, Sulistyarini, Rheninta Herta, Riwungudewi, Eni Ressia, Kurnia Wuri Dewanti, Yanti, Ragil Kuning Veldes Suryani, Triana Budi Rahayu Sutedja, Endang Ambar Ani, Suratini, Embun, Murti, dan Riyanto.
PKK mengangkat cerita tentang kehidupan ibu-ibu yang berkegiatan di PKK. Dalam hal ini memadukan antara cerita keseharian mereka dalam kehidupan sosial, kemudian dipertemukan dalam sebuah lembaga yakni PKK. Dalam hal ini, PKK yang berupaya mengusung kesejahteraan keluarga dari sudut pandang ibu-ibu, menemukan berbagai masalah dan menyelesaikan dengan cara aktivis PKK. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) bercerita tentang kepelikan dinamika kehidupan bermasyaratakat ala-ala ibu rumah tangga yang dipresentasikan melalui peristiwa rapat kerja PKK. Cerita dirangkai dan dikemas sebagai sebuah anekdot paradoks gambaran perubahan sosial pasca suksesi rezim PKK lama yang digantikan kepengurusan PKK baru namun dianggap tak menghasil perubahan yang berarti bagi masyarakat.
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga mencoba membuka pemahaman bahwa ibu-ibu rumah tangga memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan keluarga. Alat-alat domestik yang melekat pada aktifitas keseharian ibu-ibu rumah tangga, menjadi cerminan kedaulatan di lingkup keluarga. Padua suara, keseragaman pakaian, serta dandanan yang menawan ditampilkan segabai perwujudan dari suatu tatanan yang ideal terwujudnya cita-cita pembangunan negara.
Namun yang padu itu terjadi hanya sementara waktu, satu sisi muncul kesadaran bahwa PKK telah dijadikan sebagai alat bantu dalam mengupayakan tersampainya, yang memayungi, dan kontrol sosial terhadap masyarakat sampai lini terbawah yaitu keluarga.Dengan demikian pemerintah masuk ke wilayah domestik, kesadaran itu disusul dengan pemahaman bahwa ibu-ibu rumah tangga bukan sekedar konco wingking yang hanya bertugas mengelola pekerjaan pada ranah keluarga dan segenap urusan yang melingkupinya. Di wingking, ibu-ibu justru memiliki keleluasaan untuk mengontrol hingga mengatur terwujudnya kesejahteraan keluarga.
Perbedaan pandangan itu menciptakan gap, mereka terpisah dalam kelompok-kelompok kecil. Ada dua figur penting presentasi golongan tua dan muda yang tak sejalan dengan menggerakkan PKK, dan ada pula yang tak berpihak. Dengan demikian reformasi PKK telah telah mengubah struktur pengurus dan kebijakan-kebijakan yang berlaku sebelumnya. Akan tetapi, apakah fungsi PKK masih sama pada awal mulanya? Apakah perempuan, wabilkhusus ibu-ibu rumah tangga masih memahami apa itu PKK dengan seluk-beluknya? Apakah ibu-ibu rumah tangga masih membutuhkan PKK?
“Proses penciptaan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga kali sangat menantang buat saya. Karena di waktu yang sangat singkat harus menggarap ibu – ibu PKK yang karakternya sangat beragam. Bahkan ada yang sama sekali belum pernah menyentuh panggung,” kata Nunung.
Nunung Deni Puspitasari selaku sutradara merasa tertantang untuk mengangkat tema ini dan karena para pemainnya dari kalangan ibu-ibu PKK yang belum pernah berteater, sehingga ada tantangan tersendiri dalam mengampunya.
“Pertunjukan teater ini, merupakan kisah reflektif menengok kembali peran PKK di masa reformasi dan milenial. Meninjau kemandirian keluarga dalam peran sosial, mengoptimalkan pemberdayaan, jadi ya sangat menantang menyutradari para ibu yang sehari-harinya mengurusi keluarga. Membawa kisah-kisah kehidupan mereka ke atas pentas, ini menariknya. Juga saat latihan, dimana secara waktu harus berkompromi dengan kesibukan ibu-ibu yang luar biasa. Baik itu mengurus keluarga, berdagang maupun urusan sosial seperti mendatangi nikah saudara, teman sakit dan lain-lain,” ungkap Nunung.
Sementara itu kru produksi; Pimpinan Produksi: Fatur Ramadhan, Art Direktur: Feri Ludianto, Lightingman: Deva Rizki, Dokumentasi: Apin Burhan, Sound enginer: Alan Daru, Komposer: Regina Gandes, Stage Manager: Rizal Eka, Artistik: Andi Tuangke.
“Gokil banget, soalnya banyak joke-jokes yang relate sama kehidupan ibu-ibu di masyarakat. Ya mengangkat tetang PKK dalam banyak versi,” ungkap Sindi salah satu penonton dari Bantul kepada SPJ.
Program yang didanai dengan Dana Keistimewaan ini merupakan rangkaian Parade Teater Yogyakarta Linimasa#5 dengan tema utama “RUANG. KOSMIK. JIWA”, acara ini digelar mulai tanggal 23 – 25 Oktober 2022.
“Lucu, menarik, bisa memberikan edukasi tontonan dan tuntunan, memberikan gambaran peran ibu dilevel terkecil yakni keluarga yang mempunyai kontribusi besar terhadap tumbuh kembang generasi mendatang. Ibu dengan segala ‘tetek bengeknya’ tetap sebagai wanita hebat yang perlu mendapat kehormatan,” ungkap Purwiati.
Menurut Purwiati, Kepala Taman Budaya Yogyakarta, tujuan dari Parade Theater Linimasa #5 ini adalah untuk memberikan ruang ekspresi dan artikulasi bagi seniman teater lintas generasi dengan harapan salah satunya yaitu sebagai sebuah regenerasi. Seluruh kegiatan yang berlangsung pada Parade Theater Linimasa #5 terbuka untuk umum dengan mendaftar pada link reservasi terlebih dahulu dan tidak dipungut biaya. (red).