
BANTUL – Di tengah maraknya kasus kriminalitas, vandalisme, maupun kenakalan yang dilakukan oleh para remaja, khususnya anak-anak sekolah, banyak cara yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak. Salah satunya adalah kebijakan yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang belakangan ini ramai diperbincangkan di jagat media sosial, yakni dengan mengirim anak-anak “bermasalah” tersebut ke Barak Militer, baik di Kodam (Komando Daerah Militer), Kodim (Komando Distrik Militer), dan semacamnya. Sehingga diharapkan anak-anak tersebut akan keluar menjadi sosok yang “berbeda” setelah dilatih tentang kedisiplinan, pola hidup, dan sebagainya oleh para prajurit TNI.
Namun rupanya, kebijakan ini tidak benar-benar disetujui oleh pejabat daerah lainnya. Salah satunya di kabupaten Bantul.
Dalam acara Jagongan Santai Bupati Bantul Bersama Para Influencer yang diadakan di Kawasan Manding, Bantul, Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih menilai kebijakan semacam ini terbilang cukup baik, hanya saja kurang terkoordinasi serta tidak ada landasan hukumnya, sehingga rentan menimbulkan polemik di DPR RI dan juga Komisi Perlindungan Anak (KPAI).
Alih-alih menerapkan kebijakan mengirimkan pelajar bermasalah ke barak militer, Pemda Bantul, kata Halim, akan menerapkan hal sebaiknya, yakni akan mengirimkan awak TNI ke seluruh sekolah yang ada di kabupaten Bantul, mulai dari tingkat SD hingga SMA. Selain menekan biaya, mengirimkan anggota TNI ke sekolah juga lebih mudah dilakukan, dan bisa dilaksanakan secara berkala. Berbeda dengan program Barak Militer yang hanya berlangsung selama beberapa minggu saja.
“Rencananya bukan anak-anak yang akan kita kirim ke Barak militer, tapi TNI yang akan masuk ke sekolah. Saat ini program tersebut masih kita petakan terkait pelaksanaannya seperti apa,” kata Abdul Halim Muslih di hadapan para influencer di kabupaten Bantul, Kamis (12/6/2025).
Meskipun hendak menerapkan aturan yang berbeda, namun Halim mengakui bahwa anak-anak zaman sekarang sudah semakin meresahkan, dan pemerintah pun harus hadir untuk memberikan bantuan kepada para orang tua, yang sudah terang-terangan tidak sanggup untuk mendidik anaknya ke jalur yang seharusnya.
“Tetapi jika program itu (TNI masuk sekolah) tidak diperlukan, dalam artian penanganan anak bermasalah itu sudah bisa ditangani oleh guru BP di sekolah masing-masing, maka opsi tadi akan menjadi opsi kedua atau ketiga,” tambah Halim.
Terkait jadwal pelaksanaannya, Bupati mengungkapkan bahwa kebijakan ini masih perlu pengkajian yang lebih dalam, sehingga membutuhkan waktu untuk bisa benar-benar menerapkannya kepada masyarakat. (qin)