
SLEMAN – Perilaku korupsi di negeri ini sudah sangat massif, bahkan cenderung sudah menjadi “budaya” tersendiri, terutama di kalangan pejabat elit.
Namun siapa sangka, aktivitas korupsi tidak hanya terjadi di kalangan pejabat elit saja, tapi juga sudah menyasar ke tingkatan bawah, alias di daerah-daerah terpencil, sekalipun jumlahnya tidak terlalu besar, namun itu juga sudah termasuk ke dalam perilaku korupsi.
Atas dasar itulah, Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) mencoba menginisiasi diskusi yang membahas tentang korupsi dari sudut pandang yang berbeda, utamanya tentang korupsi “kecil-kecilan” yang kerap terjadi di daerah, dengan melibatkan masyarakat sipil dari berbagai kalangan.
Dalam kesempatan tersebut, LKiS turut mengundang akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), mahasiswa, media, dan pegiat sipil lainnya, dalam diskusi yang bertajuk “Refleksi Partisipasi Masyarakat dalam Transparansi Anti Korupsi” yang berlangsung di kawasan Gamping, Sleman, Selasa (26/8/2025).
Secara khusus, diskusi ini merujuk pada bagaimana praktek-praktek korupsi yang ternyata sudah banyak terjadi di daerah selama bertahun-tahun, namun seolah luput dari perhatian karena jumlahnya yang kecil, maupun cakupannya yang hanya di daerah saja, sehingga kurang menarik bagi pemberitaan nasional.
Menurut salah satu pemateri, Baskoro Waskitho, diskusi ini adalah sarana untuk menginvestigasi lebih jauh tentang cara kerja pemberantasan korupsi, serta mengulik sejauh mana rasa empati publik terhadap penanganan anti korupsi yang sudah berjalan selama ini.
“Disini kita mencoba untuk memantik kembali rasa empati kita terhadap anti korupsi di Indonesia, agar mereka bisa mengetahui bagaimana strategi investigasi penanganan anti korupsi itu sejak awal seperti apa, dan bagaimana peran kita sebagai pelapor untuk penindakan korupsi di lingkup terkecil,.” kata Baskoro yang juga alumni IM-ACA (Indonesia Memanggil Anti Corruption Academy) Batch 3, Selasa (26/8/2025).
Lebih lanjut Baskoro menyampaikan, diskusi ini bertujuan untuk membangkitkan lagi motivasi dari para masyarakat sipil, khususnya di tingkat daerah, untuk ikut mengawasi pergerakan korupsi yang kemungkinan terjadi di lingkungan sekitar.
“Setidaknya (gerakan anti korupsi) itu dimulai dari lingkungan kita sendiri, khususnya yang berpotensi menjadi besar di kemudian hari,” tambah Baskoro.
Selanjutnya, hasil dari diskusi ini akan diteruskan dengan pertemuan lanjutan terhadap pihak-pihak terkait, agar aspirasi dari seluruh masyarakat sipil bisa ikut didengarkan oleh para petinggi yang ada di pusat. (qin)