BANTUL – Di masa pandemi covid-19 seperti saat ini, telah banyak tatanan kehidupan masyarakat yang terpaksa mengalami perubahan. Seperti aturan jaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, sampai gerakan untuk beraktivitas di rumah saja, dan masih banyak lagi.
Namun, hal itu sejatinya tidaklah menyelesaikan masalah. Karena hal-hal tersebut hanya bersifat resistance serta prevention, atau menahan serta mencegah, bukan sebagai langkah konkrit untuk membasmi virus. Karena virus ini sendiri sebenarnya masih menyebar dimana-mana.
Alhasil, karena situasi pandemi yang tak kunjung mereda, membuat para stakeholder di tingkat atas telah menyepakati suatu tatanan baru yang disebut “New Normal” atau kenormalan baru, yaitu suatu pola kehidupan dimana masyarakat tetap bisa menjalankan kegiatannya seperti biasa, namun harus mematuhi sejumlah protokol kesehatan tertentu.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, di tingkat bawah, para tokoh kebudayaan desa yang berasal dari Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, sepakat membuat suatu konferensi kongres desa (KKD). Kongres ini akan digelar pada tanggal 1-10 Juli 2020 via aplikasi Zoom, dengan melibatkan sebanyak 90 narasumber dari seluruh tokoh adat desa seluruh Indonesia, untuk bersama-sama membahas masa depan Indonesia baik selama maupun pasca-pandemi.
“Selama ini seolah-olah cita-cita bangsa itu hanya dicetuskan oleh para elit politik semata. Baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Seolah-olah tidak ada ruang bagi warga desa untuk turut serta menentukan masa depan Indonesia. Padahal sejatinya, merekalah yang berhak menentukan nasib hidup mereka sendiri, ” kata Wahyudi Anggoro Hadi, Lurah Panggungharjo, dalam Konferensi pers yang digelar di Kampoeng Matraman, Kamis (25/6/2020).
Kongres ini akan membahas 18 aspek desa yang sudah pasti akan mengalami perubahan pasca pandemi. Mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, pangan, agama dan budaya, tata ruang desa, reformasi birokrasi hingga teknologi informasi. Beragam aspek kehidupan desa tersebut akan dibahas pada Serial Webinar ini.
“Harapannya hasil kongres ini bisa menjadi acuan pemerintah desa,
untuk menciptakan tata kehidupan masyarakat yang baru setelah pandemi,” tambahnya.
Di sisi lain, kehadiran KKD di tengah masa pandemi ini akan lebih banyak menjembatani aspirasi warga desa, yang menjadi sentral kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Ada ruang bersama yang masih perlu diperbaiki, dan formulasi untuk hal itu harus kita dorongkan. Kita sebagai warga negara yang punya sense of belonging (rasa memiliki) perlu untuk membebaskan kehidupan kita bersama, dari berbagai praktek-praktek yang selama ini perlu dikoreksi. Sehingga kemudian dapat mengisi ruang publik yang lebih substantif,” kata Abe Widianta, Steering Committee Kongres Kebudayaan Desa.
Dengan berusaha menata ulang Indonesia akibat Pandemi, tentunya diharapkan agar tatanan hidup masyarakat bisa dikembalikan ke akarnya, yakni dari desa. Karena desa merupakan tempat, dimana Indonesia ini disusun dan dibangun. (qin)