Anda berada di
Beranda > Pena Mahasiswa > Lingkungan Kerja Toxic, Gen Z Diam-diam Kurangi Produktivitas

Lingkungan Kerja Toxic, Gen Z Diam-diam Kurangi Produktivitas

Lingkungan kerja toksik semakin menjadi masalah serius bagi karyawan, terutama bagi Generasi Z yang baru berusia 27 tahun atau kurang. Tekanan tinggi dan suasana kerja yang tidak mendukung membuat mereka rentan mengalami stres dan kelelahan mental. Penelitian oleh Ignatius Soni Kurniawan, Ratna Tri Purnamarini, Mohammad Ahyar Syafwan Lysander, dan Ratih Kusumawardhani berjudul “The Devil Wears Prada in Reality: Job Burnout in Toxic Workplaces and Its Impact on Quiet Quitting” mengungkap bagaimana lingkungan kerja toksik memicu burnout dan mendorong quiet quitting di kalangan pekerja swasta di Yogyakarta.

Quiet quitting terjadi ketika pekerja hanya menjalankan tugas sesuai deskripsi pekerjaan tanpa melakukan lebih dari yang diminta. Ini menjadi bentuk “berhenti secara diam-diam,” di mana mereka tetap bekerja tetapi enggan memberikan usaha ekstra, sebagai respons atas kelelahan atau ketidakpuasan dalam pekerjaan.

Studi ini menyoroti bahwa lingkungan kerja toxic yang berupa perilaku negatif di tempat kerja, seperti lelucon tidak nyaman, invasi privasi, tugas tidak sesuai kompetensi, dan komunikasi kasar, mencerminkan lingkungan kerja tidak sehat. Kondisi ini berisiko meningkatkan kelelahan kerja dan kerusakan emosional atau burnout dalam jangka panjang. Burnout ini kemudian mendorong terjadinya quiet quitting, di mana karyawan membatasi diri hanya pada tugas utama, menghindari tanggung jawab tambahan, dan memprioritaskan kesejahteraan pribadi sebagai upaya melindungi diri.

Temuan ini menekankan betapa pentingnya pimpinan organisasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang tidak hanya produktif, tetapi juga mendukung kesehatan mental karyawan. Organisasi perlu secara proaktif menyediakan sumber daya dan kebijakan yang menjaga karyawan Gen Z, yang berada di tahap awal karier terhadap paparan lingkungan yang toxic. Usia ini adalah masa yang krusial; mereka rentan terhadap stres yang jika tidak ditangani dapat memengaruhi tidak hanya individu tetapi menurunkan kinerja keseluruhan organisasi.

Dalam konteks ini, para pemimpin perusahaan harus lebih peka dan responsif dalam menciptakan lingkungan kerja yang tidak toxic. Lingkungan yang tidak mendukung dapat menurunkan motivasi, memicu burnout, dan mendorong quiet quitting, yang berdampak negatif pada kinerja jangka panjang. Membangun ruang kerja yang sehat dan inklusif bukan lagi sekadar strategi, tetapi menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan masa depan organisasi tetap terjaga.

Penulis: Ignatius Soni Kurniawan, Ratna Tri Purnamarini, Mohammad Ahyar Syafwan Lysander, dan Ratih Kusumawardhani (Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa).

Artikel Serupa

Ke Atas