Anda berada di
Beranda > Essay > Pemerintahan Baru, Bagaimana Nasib Indonesia?

Pemerintahan Baru, Bagaimana Nasib Indonesia?

Indonesia adalah Negara Demokrasi, pesta demokrasi dilakukan setiap 5 tahun sekali. Pemilihan Umum dilakukan pertama kali pada tahun 2004 hingga sekarang, tahun ini menjadi tahun ke-4. Pasangan Joko Widodo Ma’ruf Amin dan Prabowo Sandiaga sama sama berjuang untuk mendapatkan kursi sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019 – 2024.Selama pilpres berlangsung menimbulkan dampak – dampak yang cukup besar untuk Indonesia khususnya pada Bidang Ekonomi.

Pilpres berdampak bagi sektor ekonomi yang menunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Mari kita lihat beberapa sektor ekonomi yang terkena dampak selama pilpres berlangsung. Sektor – sektor tersebut yaitu Pertanian, Perdagangan, Industri dan Manufaktur,  Konstruksi, dan Pertambangan. Selama bulan April Amerika Serikat, India, Filipina, Belanda, dan Malaysia menjadi beberapa negara yang menyalurkan perdagangan nonmigas terbesar. Sedangkan RRT, Thailand, Jepang, Australia, dan Korea Selatan adalah beberapa negara yg menjadi penyalur perdagangan nonmigas terbesar. Secara keseluruhan, neraca perdagangan periode Januari hingga April 2019 mengalami defisit akibat perdagangan migas dan non migas tersebut. Pelemahan ekspor tersebut disebabkan penurunan ekspor migas dan ekspor nonmigas. Ekspor Migas dan non migas pada Januari-April 2019 menurun.

Ekspor pada April 2019 mengalami pelemahan pada semua sektor. Permasalahan juga terdapat pada sektor pertanian bulan april 2019 yaitu naiknya impor bawang putih, yang membuat harga dari bawah putih meningkat drastis. Hal ini terjadi karena produksi nasional hanya mampu mengisi 5% kebutuhan bawang putih dalam negeri, sedangkan sisa 95% harus dipenuhi melalui impor. Dalam debat pilpres jarang menyinggung tentang masalah ekonomi di bidang manufaktur dan industri, padahal sektor ini termasuk dalam ancaman yang cukup besar untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Manufaktur dan Industri Indonesia belum berjalan dengan secara optimal. Indonsia masih di bawah Cina, Korea Selatan, dan vietnam dalam sektor industri dan manufaktur. Pertumbuhan ekonomi di sektor Industri dan Manufaktur hanya meningkat 4,27 % dalam waktu 10 tahun. Sektor infrastruktur memancing kemajuan bangsa untuk dapat meningkatkan tingkat kertertarikan investasi dalam negri dan mancanegara serta meningkatkan daya saing nasional. Menurut catatan World Economic Forum (WEF) Sektor infrastruktur Indonesia telah mengalami kemajuan signifikan meski masih tertinggal oleh beberapa negara di Asia. Indonesia menduduki urutan ke 36 dari 140 negara. Indonesia semakin menanjak di daya saing.

Bagaimana prospek ekonomi indonesia setelah pilpres 2019? Pemerintah yakin bahwa perekonomian Indonesia akan membaik. Pelaksanaan Pemilu yang berjalan aman tanpa gangguan berarti membuat Investor melangkah lebih aman.

Kabar membaiknnya perekomian nasional pascapemilu memamg mulai berembus, dimulai dari ekspektasi pasar dan juga diperkuat oleh data neraca perdagangan yang menujukkan kinerja positif. Begitu pula dengan perkembangan kurs rupiah yang telah menguat sekitar 1% antara 1 hingga 23 april lalu.

Adapun perkembangan realisasi investasi di indonesia mencapai Rp721,3 triliun sepanjang tahun lalu. Meski realisasi investasi mencatat kenaikan sekitar 4,1% dibanding periode yang sama 2017, itu belum menembus target realisasi Rp765 trilliun. berdasarkan data badan koordinasi penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) 2018 tercatat sebesar Rp392,7 triliun atau turun sekitar 8,8% dibanding periode 2017.

Pada saat berlangsungnya Pemilu Sebelum melangkah lebih jauh kemanakah arah perekonomian indonesia pasca pilpres? Sebaiknya kita dapat melihat atau mengevaluasi perekonomian yang telah berjalan di masa periode sebelumnya. Evaluasi ekonomi yang telah berjalan pada pemerintahan Jokowi  terbagi menjadi dua, pertama Apresiasi dengan catatan yaitu untuk, Infrastuktur, lapangan pekerjaan, kemiskinan dan ketimpangan. Yang kedua adalah kritik, yaitu untuk pertumbuhan ekonomi, deindustrialisasi, kinerja BUMN, indikator eksternal makroekonomi, utang, dan Tax ratio.

Apresiasi dengan catatan

Infrastruktur adalah program kerja Jokowi  yang patut di apresiasi karena mampu melakukan pembangunan hingga luar pulau Jawa, meskipun dapat membuat perekonomian jangka pendek melemah. Hal ini sebabkan pembangunan seperti  jalan tol tidak diertai dengan pembangunan jalan penyuplai yang layak.

Lapangan kerja di era Jokowi terus meningkat, terjadi pertambahan penduduk bekerja sebnyak 9,4 juta jiwa.

Kemiskinan di era Jokowi terus berkurang. Persentase penduduk miskin mecapai level  satu digit (<10%), itu adalah hal yang wajar karena sebelumnya pada masa pemerintahan SBY kemiskinan di Indonesia telah mencapai level 10,9% dan pada era Jokowi persentase menurun sebnyak 1,3%. Dapat diketahui bahwa sebelum era Jokowi  kemiskinan di Indonessia juga terus menurun. Dan pada era Jokowi kemiskinan di indonesia memiliki persentase penurunan yang paling lambat, angka kemiskinan yang berkurang sebanyak 520 ribu jiwa pertahun, dibandingkan dengan era SBY sebesar 840 ribu jiwa pertahun (turun 5,4% dalam 10 tahun), era Megawati sebesar 570 ribu jiwa per tahun (turun 1,75% dalam 3 tahun), era Habibie sebesar 1,53 juta jiwa per tahun (turun 0,77% dalam setahun). Laju punurunan kemiskinan tercepat adalah pada era Gus dur, sebesar 5,05 juta jiwa per tahun (turun 5,02% dalam 2 tahun).

Ketimpangan di era Jokowi, yang diwakili oleh Gini Ratio, menunjukkan perbaikan. Tetapi penurunan Gini ratio di era Jokowi sangat lambat yaitu dari 0,41% ke 0,384%. Padhal pada era Gus dur (2001), Gini ratio kita dapat mencapai level 0,31% turun dari 0,37% di tahun 1999. Apabila ketimpang diukur berdasarkan Distribusi Pengeluaran (GNI) bagi 20% masyarakat terkaya, 40% masyarakat menengah, dan 40% maasyarakat terrmiskin, capaian padaa era Jokowi memang kurang memuaskan. Pada era Jokowi  20% masyarakat terkaya berkontribusi terhadap 46,1% pengeluaran, 40% masyarakat menengah menguasai 36,6%  pengeluaran, dan pengeluaran pada masyarakat termiskin mengusai 17,1% . bandingkan dengan era Gus Dur , 20% masyarakat terkaya hanya berkontribusi 40,5% pengeluaran, masyarakat menengah menguasi 37,7% pengeluaran dan 20% masyarakat termiskin menguasai sampai 21,7% pengeluaran.

Kritik

Pertumbuhan ekonomi di indonesia stagnan  di kisaran 5%. Pada tahun lalu perekomian kita mendapat peringkat No.35 di dunia yaitu sebesar 5,17%. Target  Jokowi  disampaikan di RPJMN 2015-2019 (hal 2 – 8) disebutkan: “untuk mencapai negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2030, perekonomian nasional dituntut tumbuh rata – rata 6 – 8% per tahun.”

Deindustrialisasi

Sektor manufaktur (non – migas) terhadap PDB era Jokowi rata – rata sebesar 18,4% per tahun, merupakan yang terendah dari pemerintah – pemerintah yang sebelumnya. Pada era SBY PDB rata – rata sebesar 21,4% per  tahun.  pada pemerintahan Megawati yang lebih tinggi yaitu 24,4% per tahun dan pada era Gus Dur rata – rata sebesar 24,5% per tahun.

Kinerja BUMN pada era Jokowi  indikator – indikator yang mengukur tingkat keuntungan BUMN, yaitu Return On Asset (ROA) Return On Equity (ROE) terus mengalami penurunan.

Mayoritas indikator eksternal makroekonomi berada pada posisi negatif. Selain dari indikator pendapatan sekunder, seluruh indikator: transaksi berjalan, neraca perdagangan, pendapatan primer, neraca barang, neraca jasa, keseimbangan primer pada kuartal ketiga tahun 2018 berada pada posisi negatif. Defisit transaksi berjalan indonesia menjadi yang terburuk di kawasan Asia Tenggara.hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang paling rentan terkena dampak gejolak perekonomian global dibanding negara – negara tetangganya. Neraca perdagangan di era Jokowi menjadi yang terburuk sejak tahun 1975.

Utang bunga yang tinggi. Kementeriaan keuangan era Jokowi terlalu baik terhadap Investor pasar Uang, sehingga gemar mengobral surat utang dengan bunga tinggi. Besaran bunga surat utang pemerintah indonsia termasuk yang tertinggi di Asia pasifik, bahkan lebih tinggi dari negara – negara dengan peringakat investasi  dibawah indonesia.

Tax ratio, besaran penerimaan pajak terhadap PDB  indonesia sebesar 11,6% termasuk yang terendah dikawasan Asia Pasifik. Hal ini menunjukkan betapa lemah kemampuan perintahan Jokowi dalam mengumpulkan penerimaan pajak sebagai sumber pendapatan negara.

Prediksi perekonomian indonesia jika Jokowi kembali memenangkan Pilpres periode 2019-2024 harus berkaca pada masa yang lalu yaitu akan stagnan dikisaran 5%, mengalami deindustrialisasi, kinerja BUMN yang terus melorot, rentan terhadap gejolak perekonomian global (karena indikator-indikator eksternal yang negatif) kembali mengobral utang dengan bunga tinggi, mengalami tax ratio yang rendah. Akibatnya indonesia akan sulit mengejar ketertinggalan dari negara – negara tetangganya seperti Malaysia, yang lebih dulu berlari kencang di depan, dan bukan tidak mungkin juga akan segera disalib oleh filipina.

Dengan demikian pemeritahan Jokowi harus memperbaiki atau mengubah kebijakan-kebijakan yang sekiranya sangat merugikan bangsa.

 

 

Ditulis Oleh, Yulia Metty B, Efa Rianti Saragih, Iis Oktaviana, Xarisma Arindiyas Wari, Helena Yunia Mega, Mahasiswi Pendidikan Akuntansi Angkatan 2017, Universitas Sanata Dharma.

Artikel Serupa

Ke Atas