YOGYAKARTA – Komunitas Sakatoya akan menghadirkan proyek teater “Soerjopranoto: 6 Tubuh si Raja Mogok” yang akan dipentaskan selama enam hari, pada 3 s.d 8 Desember 2024 dalam enam situs di Yogyakarta dengan enam sutradara yang berbeda. Proyek teater yang didukung oleh Kementerian Kebudayaan melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan Teater Kepahlawanan 2024 ini, akan menghadirkan teater situs spesifik dengan pengalaman imersif-partisipatoris yang dialami oleh penonton sebagai siasat mengalami biografi Soerjopranoto dan kelindan peristiwa yang menyertainya.
Teater situs spesifik adalah siasat mencipta karya pertunjukan di lokasi khusus yang mempunyai makna substansial dan kesejarahan tersendiri. Sedangkan, melalui pendekatan imersif-partisipatoris, para penonton akan mengalami keterlibatan yang mendalam sebagai bagian dari pertunjukan.
Konsep karya “Soerjopranoto: 6 Tubuh si Raja Mogok” akan menggunakan enam situs di Yogyakarta sebagai lokus pengetahuan yang merekam jejak perjalanan hidup Soerjopranoto dengan beragam pendekatan artistik, seperti: spekulasi fiksi, partisipatoris, aktivasi arsip dan reenactment sejarah.
Soerjopranoto adalah tokoh pahlawan negeri ini yang terlahir pada 11 Januari 1871 di lingkungan Puro Pakualaman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai bangsawan Jawa, ia adalah anak dari Kanjeng Pangeran Harya (KPH) Soerjaningrat, putra tertua dari Pakualam III, sekaligus kakak dari Ki Hajar Dewantara. Ia memanfaatkan privilesenya untuk membela kaum tertindas dengan cara bergabung di beberapa organisasi pemuda dan pekerja, seperti: Boedi Oetomo, Serikat Buruh Pegawai Negeri, hingga Sarekat Islam. Puncaknya adalah ia mendapat julukan “De Stakings Koning” alias Si Raja Mogok, karena berhasil mengorganisir aksi mogok kerja massal yang menjadi ancaman kolonial Belanda. Ia juga mendirikan sekolah Adhi Dharma yang membantu kelas pekerja dengan pendidikan keterampilan yang memiliki ribuan siswa. Soerjopranoto meninggal pada 15 Oktober 1959, dan dimakamkan di Makam Rachmat Jati, Kotagede, Yogyakarta. Sukarno pun menetapkan Soerjopranoto sebagai pahlawan nasional pada 30 November 1959.
Proyek teater ini akan melibatkan 120 partisipan setiap harinya yang berasal dari berbagai kalangan, seperti: para siswa sekolah, komunitas sejarah, persatuan tuna netra, akademisi, keluarga ahli waris, hingga serikat buruh dan perkumpulan guru. Para partisipan itu akan berperan sebagai spectactor, baik sebagai penonton maupun elemen pertunjukan. Setiap harinya, seluruh partisipan akan dikumpulkan di satu titik temu, untuk mengalami jelajah tiga situs dengan bersama-sama berangkat menuju lokasi situs menggunakan bus yang telah disiapkan.
Pertunjukan pembuka dari proyek teater ini telah dimulai pada 3 Desember lalu, dengan pertunjukan “R.M Soerjopranoto” di SMK Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang disutradarai oleh Mifathul Maghfira Simanjuntak. Pertunjukan ini mengisahkan tentang biografi masa kecil Soerjopranoto yang dituturkan melalui perspektif sang istri, R.A Jauharin Insiyah.
Selanjutnya pada 4 Desember ada pertunjukan bertajuk “(Denmas Landung) Suryapranoto Bertukar Jalan” yang disutradarai oleh Irfanuddien Ghozali, sebagai tafsir ulang atas buku biografi Suryapranoto yang ditulis oleh Budiawan, “Anak Bangsawan Bertukar Jalan” (LKiS, 2006). Pertunjukan ini memadukan serangkaian praktik seni dan laku keseharian untuk mengonstruksi biografi Suryopranoto dalam bentuk kontemporer, kritis, dan reflektif yang akan digelar di 3 situs pengetahuan, seperti: Kompleks Makam Raja-Raja Mataram Islam Kotagede,
Lalu, pada 5 Desember ini, akan hadir pertunjukan “Via Soerjopranoto” yang disutradarai oleh Darryl Haryanto akan menggunakan Aula Boedi Oetomo di SMA N 11 Yogyakarta. Pertunjukan ini menitiktemukan ketidaksepakatan Soerjopranoto atas kongres pertama Boedi Oetomo mengenai kolonialisme, kapitalisme, dan feodalisme. Variabel itu menjadi landasan, lensa, sekaligus taktik untuk menjelajahi peta sosial-politik Indonesia hari ini dengan dipertemukan pada biografi dan realitas harian para perfomer.
Pada 6 Desember, dengan sutradara Gilang “Gilbo” dan asisten sutradara, Galuh Putri S. akan membawakan pertunjukan “Wiyata Adhi Dharma” di Rumah Suryoputran, Kalurahan Panembahan, Yogyakarta. Akan menghadirkan sebuah pertunjukan yang terinspirasi dari lembaga pendidikan Adhi Dharma, pertunjukan ini hendak menampilkan spekulasi fiksi dengan menghadirkan situasi kelas terbuka yang dapat memantik penonton mengalami pertunjukan secara langsung dan mendalam.
Selanjutnya, pada 7 Desember, pertunjukan “Vergadering Sarekat Islam (Suatu Hari Sebelum Indonesia)” dengan sutradara Shohifur Ridho’i yang bertempat di Amphitheatre TBY, akan menghadirkan pertunjukan spekulatif yang mereka ulang situasi kongres Sarekat Islam dengan menampilkan pemaparan Soerjopranoto atas hak-hak buruh dan feodalisme. Pertunjukan ini mengartikulasikan dinamika gagasan dan perdebatan di era pergerakan nasional.
Rangkaian proyek teater ini pun akan ditutup oleh pertunjukan “Merapal Piwulang Sampai Pulang” yang disutradarai Amalia Rizqi Fitriani, pertunjukan ini bertempat di Makam Rachmat Jati, Kotagede, Yogyakarta. Dengan menggunakan dramaturgi ziarah, pertunjukan ini akan menghadirkan narasi kebijaksanaan dari akhir hayat Soerjopranoto sebagai bentuk penghormatan, melalui bentuk ritual pemakaman yang menghadirkan pertunjukan ceramah, teater objek, doa bersama, hingga ziarah bergilir.
B.M Anggana, selaku Produser dan Dramaturg Soerjopranoto: 6 Tubuh si Raja Mogok ini menyampaikan bahwa: “proyek pertunjukan ini dirancang guna membicarakan kembali nilai-nilai perjuangan Soerjopranoto yang masihlah sangat relevan dengan dinamika hari ini, terutama terkait persoalan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh kaum buruh dan pekerja di Indonesia.
Bentuk pertunjukan sendiri dipilih sebagai upaya untuk tidak memaksakan pemampatan biografi sejarah dalam satu durasi pertunjukan bernalar prosenium, yang acapkali mereduksi narasi kecil yang penting untuk dipercakapkan”, tutupnya. Komunitas Sakatoya berharap generasi muda dapat merasakan dan mengeksplorasi relevansi nilai-nilai Soerjopranoto dalam konteks Indonesia saat ini. Nilai-nilai keberanian dan keadilan yang mendorong peran individu dalam menciptakan perubahan sosial. Sekaligus, mendorong pembelajaran sejarah yang lebih hidup dan interaktif melalui teater, serta meningkatkan kesadaran akan pelestarian ruang publik dan situs bersejarah sebagai bagian aktif dari kehidupan kita yang memberikan edukasi dan refleksi masa kini. (qin)