BANTUL – SPJ – Dalam rangka turut memeriahkan Bulan Bahasa Tahun 2022, MA AL IMDAD menggelar Workshop Menulis Fiksi bagi siswanya pada hari senin (24/10/2022) di Laboratorium Komputer kompleks PP Putri AL IMDAD Kauman Pandak Bantul.
Menurut Mara Uliya, panitia sekaligus Guru Bahasa dan Sastra Indonesia, kegiatan ini ditujukan untuk menjembatani anatara siswa dengan para penulis yang kini juga menjadi redaktur di media yang memberikan ruang sastra bagi para pelajar.
“Harapannya akan ada transfer pengetahuan, dan motivasi bagi siswa untuk menulis fiksi, karenanya kita hadirkan para penulis yang kini menjadi redaktur majalah atau media yang memberikan ruang untuk menulis fiksi bagi siswa,” ungkap Mara.
Workshop menulis fiksi digelar secara hybrid, dimana menghadirkan narasumber secara online di zoom meeting yakni Mahwi Air Tawar yang sekarang menjadi redaktur Majalah Sastra Horison, dan menghadirkan secara langsung hadir on the spot pemateri dari Bantul yakni Tedi Kusyairi alias Bang Tedi Way, selaku redaktur kebudayaan Bantul ‘Majalah Mentaok’, sekaligus koordinator acara #selasasastra.
Dalam paparannya, Tedi Kusyairi lebih banyak mengungkapkan akan arti pentingnya menulis, dan kemudian menulis fiksi, dalam hal ini untuk menulis fiksi diperlukan imajinasi si penulis, agar berbeda dengan karya tulis ilmiah.
“Menulis dibagi dua, yakni menulis non fiksi dan fiksi. Menulis bisa dimulai dengan mencatat berbagai kegiatan keseharian dan disekitar kita, dicatat biasa dulu, itu sebagai catatan harian atas apa yang kita lakukan, yang kita alami, mencatat berbagai ide yang kita serap. Dikemudian hari, itu bisa menjadi sumber bagi data untuk menuliskan karya fiksi seperti puisi, cerpen, bahkan novel,” kata Tedi.
Lebih lanjut, Tedi memaparkan akan pentingnya imajinasi dalam menulis karya fiksi, hal ini merupakan pengayaan gaya bahasa untuk disampaikan kepada para pembaca agar tulisan menjadi enak dinikmati.
“Dengan imajinasi, tulisan diari, tulisan fakta, imliah, bisa menjadi karya tulis yang indah untuk dinikmati. Imajinasi dituangkan dalam pilihan kata untuk menulis fiksi,” kata Tedi.
Peserta workshop diikuti puluhan siswa setingkat MA yang ada di Ponpes Putri Al IMDAD, berasal dari berbagai kelas yang ada di sekolah tersebut.
Sementara itu Mahwi Air Tawar, menekankan bahwa menulis fiksi bisa menjadi puisi atau cerpen, meskipun ide awalnya berasal dari sekitar penulis, namun gaya penulisannya bukan lagi bahasa ilmiah, namun bahasa kiasan.
“Misalnya menuliskan puisi untuk ibu, tentunya bukan kata-kata biasa, namun dipilah kata yang memiliki makna indah, memilih majas, atau metafora, dengan bergitu puisi maupun cerpen yang ada menjadi indah untuk dinikmati,” terang Mahwi.
Ditegaskan oleh Mahwi, bahwa proses menulis ini tidaklah singkat, tapi butuh proses dan ketekunan, jika dikirim ke media dan tidak dimuat, tulisan bisa diperbaiki lagi, dan tentu tetap menuliskan ide-ide yang lainnya.
“Yang penting menulis terus, dicoba dikirimkan ke media, jika tidak dimuat, tetap menulis lagi,” kata Mahwi menegaskan.
Kedua narasumber menekankan tentang kesulitan mencari ide tulisan, yang sebenarnya pada dasarnya ide datang atau diangkat dari sekitar penulis saja, tidak usah jauh-jauh, misalnya ide tulisan berasal atau dari kompleks PP Al IMDAD sendiri, yang penting ditulis dengan baik.
Workshop menulis fiksi ini digelar sehari, dan pada akhir workshop para peserta diminta menulis puisi atau cerpen untuk dikirim ke media yang diasuh oleh para narasumber. (har-red).