Anda berada di
Beranda > News > Mencari Inspirasi Tulisan di Tengah Sawah, Temu Karya Sastra ‘Daulat Sastra Jogja’ Tahun 2022

Mencari Inspirasi Tulisan di Tengah Sawah, Temu Karya Sastra ‘Daulat Sastra Jogja’ Tahun 2022

BANTUL – Memasuki pertemuan hari kedua Temu Karya Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY yang mengangkat tema ‘Daulat Sastra Jogja’ Kamis (16/06/2022) di kompleks sekolah SALAM (Sanggar Anak Alam) Kasihan Bantul, para peserta diajak untuk mencari ide cerita tulisan berbasis lingkungan alam dan sosial di sekitar tempat penyelenggaraan kegiatan. Menurut Adhy Satiyoko selaku tim pengarah kegiatan, proses ini menjadi bagian penting dalam proses kepenulisan seseorang.

“Calon penulis, kadang mengeluh kehabisan ide cerita, padahal bahan tulisan itu ada di sekitarnya. Pada tahapan workshop penulisan Temu Karya Sastra kali ini, menyiasati hal itu para narasumber kelas mengajak para peserta untuk mengeksplorasi alam di sekitar SALAM. Tempat ini di lingkungan persawahan, kebetulan sedang ada warga yang membuat upacara tradisi ‘wiwitan’. Maka peserta di ajak untuk melihat rangkaian acara ‘wiwitan’ tersebut, mewawancarai petaninya dan mengamati prosesnya, memahami maknanya,” ungkap Adhi.

Lebih lanjut Adhi menjelaskan, mengambil ide dari lingkungan sekitar ini adalah cara termudah dalam menggali ide cerita, riset bisa diperkuat dengan mencari bahan bacaan yang ada baik buku maupun dari media. Tahapan selanjutnya adalah mengendapkan ide, menggelar imajinasi dari bahan-bahan dan ide yang sudah dibahas.

Senada dengan Adhi Satyoko, Tedi Kusyairi wakil ketua panitia kegiatan mengatakan bahwa proses mencerap inspirasi dari lingkungan sekitar ataupun perjalanan hidup kita itu menjadi bekal dasar dalam menulis. Tahapan yang terpenting adalah mengolahnya, dalam hal inilah para mentor atau guru kelas mengarahkan peserta untuk mengolah imajinasi, lantas membimbingnya untuk menuangkan cerita dalam tulisan karya sastra.

“Para narasumber guru kelas, Anes Prasetya kelas penciptaan puisi, Eko Triono kelas mencipta tulisan cerpen, dan kelas naskah lakon oleh Nunung deni Puspitasari, bersama para instruktur, mendampingi peserta untuk mencipta tulisan sastra. Namun harapannya dari ide yang didapat sebelumnya tidak hanya bercerita secara naratif. Ciri khas sastra sesungguhnya adalah imajinasi,” jelas Tedi Kusyairi.

Tulisan akhirnya diharapkan tidak hanya berupa tulisan naratif seperti catatan harian, namun mengembangkan ide yang lebih hidup. Proses inilah yang ingin dihasilkan dari gelaran workshop menulis dalam rangkaian Temu Karya Sastra ‘Daulat Sastra Jogja’ tahun 2022 kali ini.

“Dari kegiatan ini, semoga akan lahir penulis muda yang bisa mengungkapkan potensi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam karya sastra dalam era milenial ini, melihat kembali lingkungan kita untuk dieksposisikan dalam karya sastra. Di tengah gempuran hiburan cerita dari Negara asing lainnya, kita perlu untuk melahirkan kembali para penulis dari kalangan anak muda yang mau mengangkat cerita berbasis kearifan lokal,” imbuh Adhi.

Pernyataan ini diperkuat pendapat Tedi, bahwa kadangkala anak muda menulisnya masih berkisar kedirian, cerita curahan hati, persoalan ego, berkutat dengan diri dan apa yang dikerjakan atau dilakukannya, itu tidak salah, namun melalui workshop penulisan kali ini diharapkan peserta bisa memadukan antara kediriannya berupa imajinasi, dengan melihat serta mengungkapkan fenomena disekitarnya.

“Mengubah persepsi peserta bahwa menulis bertema tradisi itu kuno misalnya, melihat fenomena ‘wiwitan’, kita tantang para penulis untuk berimajinasi bagaimana menulis karya sastra tentang hal itu menjadi cerita menarik. Jika dilihat prosesi ‘wiwitan’ mungkin sudah dianggap biasa, namun jika ditambahi bumbu imajinasi bisa menjadi luar biasa. Misalnya dari hasil mengamati proses ‘wiwitan’ lantas peserta menulisnya dengan tambahan imajinasi mengenai kemasan ‘wiwitan’ yang modern menurut anak muda jaman ini. Tanpa mengurangi makna tradisi tersebut, misalnya tempat untuk wadah menata perlengkapan ‘wiwitan’ dikemas lebih menarik, lebih kekenian yang menarik anak muda, tanpa mengubah esensinya. Kemudian, misalnya lagi prosesi ‘wiwitan’ juga kemudian mengajak banyak orang untuk menikmati makan bersama di tengah sawah, misalnya ditengah-tengahnya dihadirkan salah seorang tokoh rekaan, ternyata ada satu orang asing, wisatawan manca Negara misalnya, ikut makan bareng warga masyarakat sekitar. Pada akhirnya, cerita ditutup dengan kisah masyarakat yang ‘wiwitan’ divideokan, lantas viral di media sosial, misalnya kemudian yang ‘wiwitan’ diundang ke Istana Negara dan diberi penghargaan ketahanan pangan. Setelah petani tersebut kembali dari bertemu presiden, apakah ia masih menyelenggarakan tradisi ‘wiwitan’ atau malah jumawa menjadi ogah melakukan tradisi lagi? Ya begitulah imajinasi, bisa dibawa kemanapun oleh para peserta, yang semula dilihat mungkin hanya biasa saja, menjadi luar biasa dan berbeda dari kenyataan sesungguhnya yang dilihat pada awalnya,” jelas Tedi.

Proses pembelajaran mencipta karya sastra dalam tulisan sebagai agenda Temu Karya Sastra ‘Daulat Sastra Jogja’ ini ingin mendorong para penulis muda di Yogyakarta untuk mengungkapkan kembali potensi budaya dalam bentuk sastra, kegiatan workshop ini dilaksanakan hingga akhir bulan Juni 2022. (har-qin-rea)

Artikel Serupa

Ke Atas