Anda berada di
Beranda > Opini > FENOMENA KLITIH DAN KRISIS MORAL DI BANTUL

FENOMENA KLITIH DAN KRISIS MORAL DI BANTUL

Ilustrasi klitih (Foto: ist.)

BANTUL – Bantul identik dengan semboyan Projotamansari (Produktif Ijo Royo-Royo Tentram Aman Sejahtera Dan Asri). Lantas siapa yang tidak tahu dengan semboyan tersebut? Sebagai salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Bantul yang biasanya kental dengan keramahtamahannya kepada pendatang, lambat laun kini mulai kehilangan identitas tersebut.

Perlahan-lahan, jargon “Projotamansari” yang lekat dengan Bantul mulai tidak begitu dirasakan lagi. Bahkan masyarakat Bantul sendiri cukup banyak yang kurang mengenal istilah tersebut.

Belakangan, siapa yang tidak tahu dengan fenomena klitih yang kian meresahkan masyarakat? Bantul pun mulai terkena imbasnya.

Saat kita membuka beranda facebook atau instagram, hampir setiap hari kita membaca fenomena klitih. Di lini masa Info Cegatan Jogja (ICJ) tindakan kriminal tak henti – hentinya diberitakan disitu. Coba saja anda ketik “klitih di Bantul” di mesin pencari google, Anda akan menemukan berita – berita yang sangat memperihatinkan. Sebenarnya apa sih penyebab fenomena klitih ini? lalu siapa saja yang harus bertanggung jawab? Berikut ini ulasan saya.

Dahulu, saat fenomena ini belum banyak terjadi, baik karyawan pabrik, mahasiswa dan masyarakat umum, tidak begitu takut jika mereka pulang ke rumah sampai larut tengah malam. Mereka masih bisa pulang tanpa rasa was – was dan khawatir akan ada tindak kejahatan yang akan meghampiri mereka. Hanya saja, semenjak maraknya fenomena klitih ini, banyak masyarakat sekarang menjadi was – was, takut bahkan tidak berani untuk pulang pada malam hari atau tengah malam.

Sebagai seorang mahasiswa, saya mencoba menelisik apa sebenarnya penyebab dari fenomena ini. Karena suatu fenomena yang terjadi pastilah ada sebab musababnya termasuk fenomena klitih ini.

Setelah ditelisik lebih dalam, rupanya fenomena klitih ini disebabkan oleh beberapa hal; Pertama  adanya dendam yang menyebabkan seseorang ingin membalas perbuatan yang pernah dialaminya, kedua adalah pengaruh lingkungan atau keadaan sekitar yang mendukung tindakan kriminal. Ketiga kurangnya kontrol dari keluarga, masyarakat dan sekolah, sehingga mereka melakukan berani tindakan tersebut. Keempat, timbulnya krisis ekonomi, sehingga membuat mereka rela melakukan apa saja demi memenuhi kebutuhan mereka. Kelima kurangnya ketegasan pemerintah dalam menangani fenomena yang sudah meresahkan masyarakat ini. Keenam krisis moral yang melanda remaja kita dan kurangnya pendidikan agama, yang menyebabkan seseorang bertindak melanggar perintah agama, dan lain sebagainya.

Lantas, maraknya kejadian ini membuat kita bertanya – tanya, siapa yang harus bertanggung jawab atas fenomena yang terjadi ini. Apakah orang tua? pemerintah? Pihak sekolah? atau siapa? Menurut saya pribadi, fenomena ini menjadi tanggung jawab kita semua. Orang tua sebagai orang yang paling dekat dengan sang anak, harus bisa menjaga dan mengontrol mereka serta memberikan perhatian lebih supaya terhindar dari perbuatan yang melanggar norma, agama dan juga hukum. Sekolah sebagai wadah pendidikan, bukan hanya menekankan pada aspek intelektual semata, namun juga harus mampu menekankan pendidikan moral yang kini kian tergerus oleh era globalisasi dan modernisasi. Masyarakat pun harus dapat mengupayakan lingkungan yang dapat mewadahi generasi muda agar dapat terhindar dari tindakan – tindakan kriminal. Sementara Pemerintah harus mengupayakan kebijakan yang tegas, untuk memberantas fenomena klitih ini, selain itu juga pemerintah juga harus menyediakan wadah yang dapat mengembangkan potensi dan minat remaja, sehingga mereka dapat terhindar dari perbuatan – perbuatan yang cenderung destruktif. Jika kita saling bahu membahu menciptakan Bantul yang kondusif, maka fenomena klitih ini perlahan bisa kita hilangkan. Untuk itu semua elemen harus ikut berkontribusi, karena jika ada sebuah permasalahan yang ada di tengah – tengah kita, itu bukan hanya permasalahan segelintir orang saja, melainkan sudah menjadi permasalahan kita semua.

Untungnya saat ini masyarakat kita sudah mulai tergugah untuk melakukan tindakan – tindakan mulia. Salah satunya kini banyak yang menawarkan jasa dengan sukarela apabila pada tengah malam ada yang mengalami masalah seperti tidak berani pulang karena takut di-klitih atau kendaraan yang ditumpangi mengalamai kerusakan atau kehabisan bahan bakar. Orang-orang berhati mulia tersebut pastinya dapat kita jumpai di Bantul Projotamansari tercinta ini. Apabila ingin mencari orang – orang seperti mereka, anda dapat menemukannya di laman Facebook atau Instagram Info Cegatan Jogja.

Lalu apa saja kontribusi yang sudah saya lakukan untuk mengatasi permasalahan ini? jangan – jangan saya sendiri sebagai penulis sekaligus pengkritik fenomena ini, tidak melakukan tindakan apa-apa, seperti diibaratkan saya mengkartukuning Bupati dan Masyarakat, tapi saya sendiri malah belum melakukan kontribusi apa –apa. Kalau  dikartukuning seperti presiden harusnya kita semua juga harus mendapat kartu kuning tersebut, karena kita tidak melakukan tindakan kongkret dengan kejadian yang ada saat ini.

Maka yang saya lakukan adalah, di lingkup masyarakat, saya mencoba mengkontrol masyarakat  terutama kaum muda dengan megadakan pengajian rutin setiap malam minggu. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya kontrol generasi muda agar mereka agar tidak melakukan kegiatan negatif pada malam hari libur, karena dengan begitu setidaknya ada lingkungan bagi mereka untuk tidak pergi atau nongkrong di malam minggu. Kedua, saya bersama para petinggi di lingkungan saya juga berupaya memaksimalkan potensi minat dan bakat mereka agar dapat tersalurkan dengan baik, salah satunya dengan dengan mendirikan sebuah lapangan voli, sehingga mereka dapat saling berinteraksi dan bertegur sapa pada sore hari. Selain itu kegiatan ini juga diharapkan dapat menyehatkan raga mereka. Melalui upaya – upaya sederhana semacam, ini, setidaknya lingkungan masyarakat telah menyediakan kegiatan yang dapat mewadahi mereka, agar kaum muda senantiasa menjaga diri mereka dan juga menjauhi tindakan – tindakan yang melanggar norma masyarakat, agama, dan hukum.

Di akhir tulisan ini, saya hanya berupaya membuka mata para pembaca sekalian, bahwa fenomena klitih dan krisis moral remaja kita saat ini sebenarnya menjadi tanggung jawab kita semua. Kita harus saling bahu membahu menyelesaikan permasalahan ini. Pembaca pasti punya solusi tersendiri, atau mungkin telah melakukan hal – hal sederhana seperti yang telah saya sebutkan di atas. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka hal sederhana yang kita lakukan haruslah didukung oleh semua aspek, mulai dari orang tua, pemerintah, dan sekolah. Apabila kita semua mampu bekerjasama dengan maksimal, niscaya kita dapat menjaga Bantul Projotamansari kita tercinta ini. Jangan sampai jargon nyentrik itu harus lenyap dari bumi Bantul kita tercinta.

 

Opini ditulis oleh Restu Aji

Jumat, 23 Februari 2018

Artikel Serupa

Ke Atas