Anda berada di
Beranda > Pena Mahasiswa > JEJAK BUDAYA LUHUR ALEVALE DARI BANTUL

JEJAK BUDAYA LUHUR ALEVALE DARI BANTUL

Alevale merupakan merek kerajinan premium yang dimiliki oleh Yuhanto Ari Nugraha. Usaha ini merupakan milik sendiri yang bertahan dan berkembang sejak tahun 2015. Jumlah pekerjanya tidak tetap karena menggunakan sistem borongan.

Berbekal pendidikan di Akademi Teknologi Kulit (ATK) Yogyakarta serta latar belakang keluargnya di bidang kulit, ia juga mendapat dukungan dari keluarga yang merupakan pemilik pabrik kulit domba di Sitimulyo, dengan produk yang dikirim ke Korea.

“Tantangan terbesar bagi saya adalah era digital, karena saya termasuk Generasi Milenial sehingga susah untuk beradaptasi serta memadukan marketing tradisional dan era digital,” ujarnya, Selasa (2/12/2025).

Produk unggulan yang ada di Alevale saat ini adalah kerajinan instansi berupa hampers dan souvenir, karena perusahaannya berperan sebagai pihak ketiga untuk pemesanan barang instansi dan memiliki packing-an sendiri. Dalam memilih tenaga kerja, perusahaan menetapkan kriteria utama seperti kejujuran, kemampuan berkomunikasi yang ramah, kecekatan, serta keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

“Saya selalu menekankan agar pegawai mengutamakan kepuasan pelanggan dengan menjaga komunikasi yang ramah,” tambahnya saat ditempat usahanya RT 06 Kweni, Panggungharjo, Sewon, Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penerapan tersebut terlihat dalam kesehariannya, khususnya dalam menjaga komunikasi yang baik dengan pelanggan yang memiliki kebutuhan pesanan yang beragam. Karena baginya, kepercayaan dan kepuasan pelanggan lebih berharga daripada materi.

“Jika terjadi kesalahan atau komplain, barang akan langsung diganti karena kepercayaan lebih berharga daripada uang,” ujar pria 35 tahun itu.

Menurut Yuhanto, kebiasaan kerja yang paling bermanfaat adalah sikap saling menghormati dan bekerja dengan sepenuh hati.

“Jika pegawai saling menghormati, kerja jadi lancar, karyawan betah, dan pelanggan merasa nyaman,” katanya.

Ia menegaskan jika kebiasaan kerja tidak diperhatikan, perilaku negatif bisa menyebar ke tempat kerja seperti virus kerja, sehingga menurunkan kualitas pekerjaan maupun produktivitas. Untuk ke depannya, ia ingin menambah kebiasaan mengecek barang serta kerapian sebelum toko dibuka sebagai langkah untuk meningkatkan kedisiplinan.

“Harapan terbesar saya pelanggan merasa lebih nyaman, pelanggan percaya, karyawan bisa bekerja lebih terarah, dan penjualan meningkat,” ujarnya.

Ia juga terus berupaya untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan melalui komunikasi yang sopan dan responsif agar hubungan dengan pelanggan menjadi lebih profesional.

“Cara tersebut berhasil menarik pelanggan karena mereka akan kembali untuk memenuhi kebutuhannya,” ungkapnya.

Untuk masa depan, ia ingin meningkatkan efisiensi waktu produksi dengan menggunakan teknologi yang terbarukan.

“Contohnya yaitu penggunaan alat untuk memotong bahan. Pada produksi sebanyak 500 pcs biasanya memakan waktu 3–4 hari, tetapi jika menggunakan teknologi canggih bisa memotong 1.500 pcs dalam satu hari,” jelasnya.

Sebagai penutup, ia menyampaikan pesan kepada generasi muda yang ingin memulai usaha dengan menekankan pentingnya keberanian serta kesiapan untuk memulai dari hal-hal kecil.

“Kita boleh menjadi karyawan, tetapi harus berani untuk mempunyai minimal satu usaha,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar tidak hanya fokus pada kesuksesan, tetapi juga mampu menikmati proses menjalankan usaha dengan perasaan senang, sehingga usaha yang dijalankan terasa lebih ringan. Serta ia menekankan pentingnya mengelola keuangan dengan bijak.

“Jangan sampai hasil yang kita dapat hilang begitu saja hanya untuk memenuhi keinginan yang tidak terlalu kita butuhkan,” pesannya.

Penulis: Fathoni Jalu Pamungkas, Rosa Soviana, Rahmawan Dwi Yuda, Wilyaleni, Muhammad Gallang Ramadhan, Deandra Evlyn Enji Putri, Artadhea Aurelia Candra Chairina, dan Ignatius Soni Kurniawan (Program Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa).

Artikel Serupa

Ke Atas