Anda berada di
Beranda > Opini > Pekerjaanmu (Perlahan) Membunuhmu!

Pekerjaanmu (Perlahan) Membunuhmu!

Dua puluh tahun abad ke-21 ini telah berlalu. Di jaman serba canggih seperti sekarang ini, kita tidak bisa pungkiri, bahwa tuntutan akan sebuah kesempurnaan menjadi satu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, dalam semua aspek di kehidupan.

Saking getolnya dalam mencari “kesempurnaan” tersebut, maka kita harus menghabiskan lebih banyak waktu dari biasanya. Bahkan 24 jam 7 hari saja sepertinya masih kurang untuk mencapai kesempurnaan tersebut.

Belum lagi tuntutan dari generasi jaman sekarang, dimana anak-anak sekarang cukup sulit menghargai yang namanya PROSES. Ya, semuanya seolah menginginkan hasil terbaik dalam waktu yang secepat mungkin.

Hampir semua industri pekerjaan (bahkan kehidupan) menghendaki hal tersebut. Betul kan?

Nah sekarang pertanyaannya, apakah di dekade kedua abad ke-21 ini, kita sudah mampu mengerjakan semuanya secara sempurna? Dan sesuai dengan tuntutan jaman?

Silakan direnungi sejenak…

Well, yang bisa saya katakan adalah, setidaknya, hampir semua orang (mungkin saja ada segelintir, tapi saya yakin itu tidaklah banyak) belum mampu melakukan hal tersebut secara bersamaan, baik kesempurnaan secara personal maupun profesional.

Balik lagi, kesempurnaan itu sebetulnya TIDAK PERNAH ADA, apalagi dalam semua aspek kehidupan. Itu sangat MUSTAHIL.

Jadi ketika industri saat ini selalu menghendaki keSEMPURNAan dalam segala hal, itu sama saja dengan mereka mengharapkan keMUSTAHILan, karena memang itulah nature manusia di dunia ini.

Tekanan itu, sebetulnya diciptakan sendiri oleh manusianya, dan memang didesain untuk membuat kemustahilan itu menjadi kian nyata.

 

Kenapa Bisa “Membunuh” Secara Perlahan?

Disini pembahasan akan lebih spesifik tentang pekerjaan. Karena memang pekerjaan lah yang menuntut lebih banyak kesempurnaan, dibandingkan dengan kehidupan personal.

Jadi, ketika setiap pekerjaan menuntut kita untuk melakukannya secara sempurna. Otomatis harus ada yang berbeda dibandingkan dengan cara kerja kita sebelumnya.

Seperti harus lebih disiplin lah, bangun lebih pagi lah, lembur lah, pulang lebih malam lah, istirahat lebih sedikit lah, dan lain sebagainya.

Semua itu adalah tuntutan duniawi yang diciptakan oleh manusianya sendiri.

Itulah mungkin salah satu alasan terciptanya sholat dalam lima waktu berbeda dalam satu hari (bagi yang beragama Islam). Supaya kita bisa selalu mengingat-Nya dan tidak terperdaya oleh urusan duniawi yang tiada habisnya (dan terus ditambah-tambah).

Pada hakikatnya, kesempurnaan itu sendiri bukanlah nature manusia.

Maka, ketika terus-menerus mengejar kesempurnaan dalam bekerja, disitulah kita sedang mengejar sesuatu yang hampir mustahil kita gapai.

Waktu manusia itu ada batasnya.

Semua orang butuh yang namanya istirahat (atau break), termasuk untuk bisa beribadah kepada-Nya.

Semua orang pun butuh mengisi perutnya. Karena tanpa isi perut, mustahil ia dapat bekerja secara maksimal, apalagi sempurna.

Bahkan, kapasitas otak manusia dalam menerima dan memproses informasi pun juga ada batasnya. Tidak bisa sembarangan, karena bisa mengakibatkan “overload”.

Namun sayangnya, tuntutan duniawi di jaman sekarang semakin tidak realistis.

Seolah-olah hidupmu hanya dihabiskan untuk kerja, kerja, kerja, dan kerja.

Anda tidak punya hidup lain.

Anda tidak punya aktivitas lain.

Hidup anda hanya untuk bekerja.

Seperti kata pepatah dulu, “Hidup Untuk Bekerja” atau “Bekerja Untuk Hidup”.

Mungkin sekarang ini lebih condong ke yang pertama.

Karena memang semua orang menuntut kesempurnaan.

Sehingga, hidup anda hanya dihabiskan untuk bekerja saja.

 

Dialami Juga Oleh Public Figure

Anda masih ingat komedian Olga Syahputra? Yang meninggal pada tahun 2013 lalu.

Konon kabarnya dia meninggal karena penyakit meningitis.

Penyakit ini sendiri, dipicu akibat kelelahan yang ia alami, karena seharian syuting acara hiburan di berbagai stasiun televisi.

Sungguh sebuah ironi, ketika terlalu asyik bekerja menghibur banyak orang (hiburan yang juga sebenarnya adalah “sampah”), ia justru melupakan kesehatannya sendiri, sehingga membuatnya jatuh sakit dan terbaring di Rumah Sakit dalam waktu yang cukup lama.

Memang case seperti Olga tidaklah terlalu banyak. Namun satu hal yang pasti, ketika kita terlalu memaksakan diri akan sebuah kesempurnaan dalam profesionalitas kita bekerja, maka itu sudah termasuk sesuatu yang sudah tidak realistis lagi.

Pada akhirnya, uang yang didapatkan dari hasil bekerja itu, tidaklah bisa digunakan sebagaimana mestinya.

Malahan uang tersebut digunakan, untuk biaya berobat ke Dokter. Alias mengembalikan kesehatan yang sebenarnya sudah dimiliki sebelumnya.

Tentu saja itu adalah perilaku paling konsumtif yang sebenarnya.

Case Olga Syahputra diatas hanyalah salah satu, dari sekian banyak case lain, dimana ketika seseorang terlalu memaksakan diri dalam pekerjaannya, akhirnya membuatnya tidak mampu bertahan, untuk terhindar dari penyakit-penyakit berbahaya dan bahkan mematikan.

Karena istirahat, makan, olahraga, tidur, dan (jangan lupa) juga ibadah, adalah nature aktivitas manusia sejak dahulu kala, sampai hari akhir nanti. Dan itu semua tidak bisa digantikan dengan hanya bekerja terus-menerus tanpa henti, demi menuntut kesempurnaan, demi memenuhi tekanan atasan, atau demi memuaskan nafsu-nafsu lainnya, yang semuanya hanyalah urusan duniawi belaka.

Maka jangan heran, kalo banyak bawahan yang mengeluh dengan pekerjaan mereka sendiri, karena memang mereka sangat kesulitan untuk memenuhi ekspektasi kesempurnaan yang diharapkan oleh atasan mereka. Ekspektasi yang sebenarnya mereka ciptakan sendiri.

Ekspektasi berlebihan, yang akhirnya (pelan-pelan) “membunuh” hidup mereka sendiri. (qin)

 

Artikel Serupa

Ke Atas