Anda berada di
Beranda > Opini > Apakah Kesuksesan Dapat Bertahan Selamanya?

Apakah Kesuksesan Dapat Bertahan Selamanya?

Setiap dari kita pasti sering mendengar kisah sukses dari banyak tokoh terkemuka di dunia, baik dari media televisi, koran, majalah, atau bahkan media sosial. Sebut saja Mark Zuckerberg dengan facebook-nya, Steve Jobs dari Apple, atau yang dari lokal seperti Nadiem Makarim, pendiri Go-Jek yang kini menjadi salah satu Menteri di Kabinet Indonesia Maju Presiden Jokowi, atau bahkan presiden Jokowi sendiri yang dulunya adalah pebisnis kayu jati. Semuanya digambarkan memiliki kisah sukses di bidangnya masing-masing, yang dulunya pernah mengalami jatuh bangun dalam membangun karier-nya, hingga bisa mencapai sukses seperti saat ini.

Kalo dilihat-lihat sih, kesuksesan mereka tersebut seolah-olah merupakan “happy ending”, atau akhir dari petualangan panjang mereka menggapai sukses. Ibarat kalo kompetisi olahraga, seorang yang sukses adalah yang berhasil meraih juara satu, dan setelah itu tidak ada lagi pertandingan lanjutan, alias selesai/tamat.

Apakah kesuksesan dalam hidup juga begitu adanya?

Well, bisa dibilang, sukses yang sebenarnya tidaklah demikian. Yang namanya sukses dan gagal itu saling beriringan, saling terkait, dan tidak bisa lepas begitu saja.

Bahkan seorang Mark Zuckerberg saja, bisa jadi seorang yang (kembali) gagal, jika ia mengalami beberapa hal yang kurang mengenakkan, dalam perjalanannya membangun dan membesarkan facebook miliknya.

Ya, kecuali kalo ia memilih untuk mundur dari jabatannya, atau bahkan meninggal dunia setelahnya. Nah barulah kita bisa bilang bahwa Mark Zuckerberg merupakan seseorang yang “sukses” (everlasting success – happy ending). Bukankah begitu?

Sukses dan gagal itu merupakan satu kesatuan, yang selalu mengiringi perjalanan hidup kita. Dan setiap orang, sudah pasti pernah mengalami keduanya, tidak mungkin kalo tidak pernah.

Sukses disini bukan berarti harus punya jabatan, uang banyak, mobil, rumah bertingkat, atau semacamnya. Tidak lah seperti itu.

Kesuksesan sering dianggap sebuah pencapaian karier tertentu, memiliki suatu hal tertentu, dan sejenisnya. Dan biasanya kesuksesan dimulai dari masa remaja atau usia 20-an.

Padahal, sejak usia belia saja anda sudah sangat sering mendapat kesuksesan.

——————————————

Anda bisa berangkat sekolah tanpa macet, itu sudah sukses namanya.

Anda bisa bangun pagi (padahal biasanya kesiangan) itu juga sukses namanya.

Atau jika anda bisa bersedekah meskipun anda sendiri merasa kekurangan, itu pun sudah disebut sebagai sebuah kesuksesan.

Anda mendapat rangking tinggi di sekolah karena mendapat nilai tinggi di mata pelajaran tertentu, itu mah sukses yang sangat tangible (dapat diukur) namanya.

—————————————–

Sayangnya, sukses-sukses kecil semacam itu sering tidak dianggap, bahkan karena saking seringnya dilakukan, itu bukan disebut sebagai suatu kesuksesan. Melainkan hanya sebuah kebiasaan kecil saja.

Setelah berhasil melakukan kesuksesan-kesuksesan kecil itu, pasti di tengah jalan kita akan menghadapi kegagalan-kegagalan kecil juga. Seperti dimarahin guru, nabrak penyeberang jalan, atau lupa cara menjawab soal ujian (padahal sudah belajar mati-matian sehari sebelumnya), dan masih banyak lagi.

Jadi kalo mau dibilang, dalam satu hari saja. Ada puluhan kesuksesan dan kegagalan yang kita alami setiap harinya. Kuantitasnya pun campur-aduk. Bisa lebih banyak gagalnya, tapi bukan tidak mungkin juga banyakan suksesnya. Cuman ya karena sifatnya kebanyakan kecil-kecil, jadi seringkali tidak dianggap.

Hanya saja memang, tidak bisa dipungkiri, yang namanya kesuksesan karier itu dapat mengubah karakter perilaku seseorang. Otomatis, kesuksesan-kesuksesan kecil akan semakin sering ia dapatkan dalam kesehariannya. Kesuksesannya pun bukan lagi sekedar bangun pagi, berangkat pagi, dapat pujian guru/atasan, atau sejenisnya.

Kesuksesan (bagi orang yang sukses dalam karier) biasanya berbentuk negosiasi yang bersifat win-win (bahkan ia dapat dengan mudah melakukannya), memenangkan proyek tertentu, meraih penjualan/closing dalam jumlah yang besar, atau memenangkan penghargaan bergengsi di level nasional atau bahkan internasional. Skalanya jelas sudah lebih tinggi daripada sukses-suksesnya di masa kecil dulu. Tapi jangan sampai sukses kecil tersebut luput dari apresiasi kita.

Karena sejatinya, kesuksesan besar terjadi, berkat kesuksesan-kesuksesan kecil yang telah kita pupuk dalam waktu yang lama. Seiring waktu, kesuksesan kecil tersebut berkembang menjadi sukses-sukses besar, yang akhirnya di-recognize orang sebagai “sukses” yang sesungguhnya. Tapi, apakah setelah mendapatkan kesuksesan tersebut, dia bisa kembali menemui kegagalan. SANGAT BISA.

Tidak ada yang abadi di dunia ini. Kesuksesan tidaklah bersifat abadi dan selamanya melekat dalam diri kita (meskipun kita sudah susah-payah menggapainya). Kegagalan pun tidak melulu selalu menghinggapi hidup kita. Ada kalanya kita pasti pernah mendapatkan sukses. Walaupun tentu saja untuk mendapatkan sukses, harus ada usaha yang dilakukan. Dan usaha itu pun seringkali tidak mudah.

Sehingga bisa dibilang, mempertahankan sukses itu (jauh) lebih mudah (karena sudah tahu polanya), sementara meraih sukses dari yang awalnya gagal, tentu saja akan lebih challenging.

Akhirnya, perjuangan dari gagal ke sukses itulah yang kemudian sering dibuat story oleh banyak media mainstream. Karena memang untuk mengubahnya sangat tidak mudah.

Berbeda kalo misalnya sudah pernah sukses lalu gagal lagi, setidaknya ia sudah tahu polanya, dan mestinya tidak akan mungkin kembali ke kegagalan yang lama, atau gagalnya sudah “naik level”.

Contohnya jika klub sepakbola Manchester United biasanya gagal/kalah di babak semifinal sebuah turnamen, maka selanjutnya mereka akan kalah di babak Final.

Apakah itu bisa disebut suatu “kesuksesan? Well, bisa jadi demikian. Setidaknya mereka sudah sukses melewati babak semifinal, dan kini kegagalan mereka sudah “naik level” menjadi kalah di babak final. Paling tidak, sudah ada satu step sukses yang telah mereka dapatkan. Walaupun itu bukanlah jenis sukses yang mereka inginkan.

Kalaupun misalnya pada turnamen berikutnya, Manchester United akhirnya berhasil jadi juara atau menang di babak final, apakah di turnamen berikutnya lagi mereka bisa kalah di semifinal lagi, maybe? SANGATLAH BISA.

Tidak ada yang namanya sukses yang bersifat linier seperti anak tangga, alias terus-menerus naik. Tidak pernah ada turunnya. ITU SANGAT TIDAK MUNGKIN.

Anda pasti sering mendengar, bahwa hidup manusia itu kadang ada di atas, kadang juga di bawah. Begitu pun juga kesuksesan dan kegagalan. Setiap orang di dunia ini pasti pernah mengalami keduanya. Tapi, takaran kesuksesan dan kegagalan masing-masing orang jelas berbeda.

Bagi seorang Tiger Woods (pemain Golf), sukses baginya adalah menjadi juara satu dalam semua kompetisi golf yang diikutinya. Sekali saja ia kalah, maka ia akan langsung dicap “gagal” oleh media maupun publik pecinta olahraga golf.

Tapi bagi para pejabat tinggi, sekedar berkesempatan main golf saja mungkin dianggap sebuah tingkat  kesuksesan tersendiri. Karena permainan olahraga ini sering diasosiasikan sebagai olahraga mahal, yang hanya bisa dimainkan oleh orang penting dan pastinya berduit. Menang atau kalah bukanlah urusan bagi mereka.

Mana mungkin Tiger Woods mempunyai mindset seperti pejabat tadi? Make sense bukan?

So, hargailah setiap kesuksesan kecil yang anda dapatkan. Niscaya kesuksesan besar akan lebih mudah dan dekat bisa anda gapai. Selalu apresiasi usaha-usaha kecil yang telah anda lakukan. Karena itu sama dengan menghargai diri sendiri. Sesuatu yang jarang sekali dibahas di luar sana.

Balik lagi ke pertanyaan judul “Apakah Kesuksesan Dapat Bertahan Selamanya?” Jawabannya ya pasti TIDAK.

Hidup aja ada naik dan turunnya, masa sih sukses dan gagal akan terus bertahan dalam diri kita?  (qin)

Artikel Serupa

Ke Atas