BANTUL – SPJ – Dakwaan harus menjadi rangkaian dengan merekonstruksi Berita Acara Pemeriksaan (BAP), tidak bisa dakwaan muncul serta merta. Dakwaan seperti itu merupakan dakwaan yang kabur dan layak untuk dibatalkan.
“Jaksa tidak bisa menentukan siapa tersangka, tidak bisa sewenang-wenang. Dasarnya harus ada teori yang dibuktikan,” tutur saksi ahli pidana Dr Muhammad Arid Setiawan SH dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Stadion Sultan Agung (SSA) dengan Terdakwa BN (57) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Yogyakarta, Selasa (22/08/2023).
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Ketua Mujiono SH juga mendengarkan keterangan saksi ahli pengadaan, Yuda Kandita.
“Dari awal kami melihat beberapa saksi yang ada di BAP tidak dihadirkan, menunjukkan Jaksa tidak bisa membuktikan dakwaan yang disusun dari rekonstruksi BAP,” tutur Kuasa Hukum Terdakwa BN Muhammad Taufiq SH pada wartawan usai sidang.
Didampingi Andhika Prasetyo SH dan Riski Dysas Prabawani SH, Taufik menyebutkan, teorinya yakni dari proses penyelidikan dan penyidikan apakah orang tersebut berkapasitas sebagai pelaku atau tidak.
“Mekanisme seperti ini terminologinya yakni memeriksa administrasinya. Namun, hal itu tidak berada pada wilayah terdakwa,” jelasnya.
Disebutkan sesuai realita, karena sebelum BN menjadi terdakwa dugaan korupsi, Stadion terawat dengan baik.
“Sedangkan kondisi sekarang kurang adanya perawatan,” jelasnya.
Atas Yuda Kandita, S.T. (Ahli/Praktisi Pengadaan Barang dan Jasa) dan Dr. Muhammad Arif Setiawan, S.H., M.H. [Ahli Pidana/Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII)] dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana perawatan Stadion Sultan Agung (SSA) Bantul, kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta Jalan Kapas No.10, Semaki, Umbulharjo, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dalam sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Ketua Mujiono, S.H., M.H. itu, terdakwa berinisial BNE didampingi kuasa hukum Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., Andhika Dian Prasetyo, S.H., M.H., dan Riski Dysas Prabawani, S.H., M.H.
Arif menyatakan dakwaan harus menjadi rangkain dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Tak bisa bikin dakwaan tanpa merekonstruksi BAP. Jika ada surat dakwaan yang tanpa merekonstruksi BAP, maka itu merupakan dakwaan yang kabur dan layak dibatalkan.
“Konsekuensi merekonstruksi BAP maka pembuktian tidak boleh sepotong-sepotong, tetapi harus lengkap menyeluruh. Semua wajib dibuktikan, baik tentang kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan yang didakwakan, unsur melawan hukum maupun pertanggung jawaban pidana,” jelasnya.
Sedangkan Yuda menyatakan, tiga hal tentang pengadaan barang dan jasa merupakan domain administrasi, bukan pidana. Kalau ada kesalahan, itu kesalahan administratif yang kemudian wajib diperbaiki. Demikian pula pertanggung jawabannya pada Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang ada di wilayah kepala dinas.
Jika terjadi kesalahan bisa dibatalkan, dan yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah kepala dinas,” terangnya.
“Beberapa hal menarik menjadi pertimbangan majelis hakim, jalannya sidang yang menghadirkan dua saksi ahli itu membuktikan bahwa dalam kesaksian dari ahli pidana, dakwaan itu harus menjadi rangkaian dari BAP,” ujar Taufiq, dalam keterangan tertulis, Rabu 23 Agustus 2023.
Menurut dia, tidak bisa membuat dakwaan tanpa merekonstruksi dari BAP. Artinya, tidak bisa di dalam BAP tidak ada, tiba-tiba di dalam dakwaan itu muncul.
“Jika muncul hal seperti itu, ahli mengatakan bahwa dakwaan seperti itu merupakan dakwaan yang kabur dan layak untuk dibatalkan. Sehingga dari awal kami sudah berkeyakinan dakwaan jaksa ini layak dibatalkan karena tidak merekonstruksi BAP. Pembuktiannya juga demikian, saksi yang tidak ada dalam BAP dihadirkan ke persidangan. Sebaliknya saksi yang ada di BAP tidak dihadirkan ke persidangan. Dan yang menarik bahwa jaksa tidak bisa untuk menentukan siapa tersangka. Meskipun Jaksa merupakan satu-satunya institusi yang berhak melakukan penuntutan (dominitis litis), namun tidak bisa sewenang-wenang, dasarnya harus ada teori yang kemudian dibuktikan,” imbuh Taufiq.
Menurut Taufiq, teorinya yakni dari proses penyelidikan dan penyidikan apakah orang tersebut berkapasitas sebagai pelaku atau tidak.
Mekanisme seperti ini terminologinya yakni memeriksa administrasinya. Tetapi, hal itu tidak berada pada wilayah terdakwa,” ucapnya.
Hal itu, kata Taufiq, sesuai dengan realita karena sebelum BNE menjadi terdakwa SSA terawat dengan baik, sedangkan kondisi sekarang kurang adanya perawatan.
Berdasarkan keterangan saksi ahli. Dalam hal ini terdakwa selaku Pejabat Penerima Hasil atau Pejabat Penerima Hasil Pemeriksaan Pengadaan tidak berada pada wilayah yang salah. Sebab tidak berurusan dengan masalah keuangan.
“Harus digarisbawahi bahwa dalam UU Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaaan Barang dan Jasa sudah tidak ada lagi istilah Pejabat Pemeriksa Hasil Pengerjaan seperti disampaikan jaksa dalam surat dakwaannya. Oleh karena itu, surat dakwaan jaksa layak dibatalkan,” tegasnya. (tks)