Anda berada di
Beranda > Review > Perjalanan Lintas Batas Negara di “Asian Three-Fold Mirror 2018”

Perjalanan Lintas Batas Negara di “Asian Three-Fold Mirror 2018”

Oleh: Dwi Atika Nurjanah

 

Tiga sutradara Asia membawa penonton Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-13

ke dalam sebuah perjalanan lintas budaya melalui film pendek mereka yang tergabung dalam

omnibus “Asian Three-Fold Mirror 2018” yang tayang di Empire XXI Yogyakarta di hari

Senin siang (03/12/2018).

 

Omnibus berdurasi 83 menit dari eksekutif produser Satoru Iseki ini .merupakan proyek

bersama Japan Foundation Asia Center dan Tokyo International Film Festival. Edisi tahun ini

yang bertemakan Journey atau Perjalanan menjadi kali kedua omnibus tersebut diproduksi.

Perjalanan dalam omnibus ini tidak selalu bermakna perjalanan fisik, namun juga

penggambaran bagaimana karakter manusia merespon perubahan. Perubahan, atau

Disruption, adalah tema besar yang diusung JAFF tahun ini. Karena itu, perpaduan dari

kedua tema besar tersebut membuat omnibus ini menarik untuk disimak. Sebanyak 151 orang

memadati Studio 4 di Empire XXI pada pemutaran internasional perdana dari omnibus

tersebut.

 

Rangkaian omnibus ini dimulai dengan “The Sea” karya sutradara dari China, Degena Yun

yang bercerita tentang perjalanan seorang ibu dan putrinya menuju pesisir pantai di timur dari

Beijing. Percakapan yang terjadi selama perjalanan terus mengalir hingga akhirnya

menyentuh topik mengenai si ayah dan kerabat lainnya yang baru saja meninggal. Kesedihan

ini kemudian menyebabkan kemarahan yang menggebu-gebu.

 

Film kedua adalah “Hekishu” karya sutradara asal Jepang, Daishi Matsunaga, yang bercerita

soal seorang lelaki Jepang bernama Suzuki yang bermukim sementara di tengah Yangon,

Myanmar. Sebagai karyawan untuk sebuah perusahaan kereta api, ia menjadi simbol

perubahan yang cepat dan dinamis. Sementara itu, Su Su, gadis yang tak sengaja Suzuki

temui di pasar dan kemudian menarik perhatiannya, adalah penggambaran Yangon, atau

daerah manapun yang sesungguhnya tidak perlu berubah terlalu cepat. Melalui pertemuan

tersebut, Suzuki pun kembali mempertanyakan tujuan hidupnya.

Omnibus ini ditutup dengan “Variable No. 3” dari Edwin yang berasal dari Indonesia.

Sutradara yang telah melahirkan berbagai karya seperti “Blind Pig Who Wants to Fly,”

“Postcard from the Zoo,” “Posesif” dan “Aruna dan Lidahnya” kerap bermain dengan cara

bertutur yang unik. Film pendek ini bercerita tentang pasangan suami istri Edi dan Sekar,

diperankan oleh Oka Antara dan Agni Pratistha, yang tengah berlibur ke Jepang. Di sana,

mereka tinggal di sebuah penginapan milik Kenji, seorang keturunan Indonesia dan Jepang

yang juga seorang peneliti soal hubungan pernikahan kontemporer. Mengetahui tamunya

adalah pasangan suami istri yang tengah menghadapi masalah keintiman, Kenji pun berbagi

hasil penelitiannya dengan Edi dan Sekar. Kenji kemudian hadir dengan sebuah solusi yang

cukup kontroversial untuk sebuah hubungan pernikahan.

 

Bagi Edwin, “Variable No 3” adalah sebuah eksplorasi terhadap keintiman dan zona tidak

nyaman yang cukup jarang ditemui di sinema Indonesia. Edwin bercerita bahwa proses

pembuatan film ini pertama kali dilakukan melalui rapat via Skype. Ia membahas tema

Perjalanan dengan dua sutradara lainnya melalui Skype. Setelah itu, mereka lanjut untuk

menulis skrip masing-masing.

 

“Saya rasa bekerja dengan kru yang berbeda masalahnya ada di komunikasi. Ini menjadi

lebih kompleks karena keterbatasan bahasa. Saya pribadi ada semacam pengalaman syuting

yang cukup repot di Tokyo ketika ada adegan intim dan privasi. Di Jepang, perizinan syuting

sangat susah dan harus detail,” cerita Edwin.

 

Sineas Mai Sai yang mewakili sutradara Degena Yu mengatakan bahwa pertamakali bertemu
dengan semua crew, ikut project ini, dan bekerja dengan Tokyo International Film Festival
menambah pengalaman baru.

“Project ini menambah pengalaman dari berbagai negara yang berbeda cerita, dan berbeda
budaya,” ungkap Mai Sai.

Setelah penayangan di Yogyakarta, film ini kemungkinan akan rilis di tahun 2019 untuk

penonton di Indonesia. Selain itu, ada juga rencana untuk membaca film ini ke China dan

Myanmar, tempat di mana dua cerita di dalam omnibus ini berasal. (qin)

Artikel Serupa

Ke Atas