YOGYAKARTA – May day atau hari buruh internasional diperingati di seluruh belahan dunia, tak luput juga dilakukan di Indonesia. May day pastilah identik dengan kegiatan demo yang dilakukan oleh kaum buruh itu sendiri maupun dari beberapa kalangan mahasiswa. Kegiatan ini pasti akan diwarnai dengan tuntutan – tuntutan yang disuarakan oleh kaum buruh untuk dapat memperjuangkan haknya sebagai buruh. Tuntutan mereka mengarah pada pengupahan pembukaan lapangan kerja serta menentang peraturan pemeritah yang dianggap merugikan kaum buruh.
Peringatan hari buruh yang jatuh pada Selasa (1/5/2018) lalu, dilakukan hampir di seluruh pelosok negeri ini. Dimana titik puncak perayaan ini dilakukan di depan istana merdeka Jakarta. Demo yang dilakukan buruh sebenarnya sah – sah saja, sebab dalam negara demokrasi ini demo adalah bagian dari demokrasi yang tidak dapat dipisahkan. Namun sayangnya demo yang dilakukan cenderung bersikap anarkis dan merugikan sekaligus merusak fasilitas umum. Walaupun demo adalah cerminan dari demokrasi, akan tetapi ketika kita malah berbuat kerusuhan akibat demo tersebut, maka itu sama saja menunjukan lemahnya moral kita, yang saat ini justru sedang dijajah oleh diri kita sendiri.
Peringatan hari buruh merupakan sebuah penghormatan bagi kaum buruh, peringatan ini sebaiknya juga diimbangi dengan kualitas buruh itu sendiri. Kualitas yang baik juga akan berjalan lurus dengan pengupahan yang diberikan kepada buruh. Oleh karena itu peringatan hari buruh ini bukan hanya diperuntukan untuk perusahaan, atau pemerintah, tetapi juga untuk para buruh itu sendiri.
Bagi pemerintah, peringatan ini harus disadari bahwa pembangunan bangsa ini tak luput dari kinerja buruh kita yang baik sehingga produksi barang dan jasa bisa berjalan dengan seimbang sehingga tidak terjadi kelangkaan. Kedua pemerintah juga harus menyadari bahwa pembuatan peraturan harus mampu menguntungkan semua pihak baik bagi buruh maupun perusahaaan ataupun badan usaha. Sebab apabila lebih condong ke kubu tertentu alias berat sebelah, maka tentunya akan terjadi masalah baru, misalnya pemerintah memihak buruh maka perusahaan bisa- bisa bangkrut atau malah melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja, red) kepada pegawainya, begitu pun sebaliknya, bila pemerintah memihak perusahaan atau badan usaha, maka para buruh akan berdemo dan melakukan moggok kerja yang berakibat keterlambatan produksi sehingga perusahaan bisa merugi. Titik temu dari permasalahan buruh di Indonesia harusnya dapat selesai di meja diskusi para elit dengan kaum buruh , sehingga demo atau aksi yang dilakukan sebagai sebuah peringatan bagi jasa – jasa buruh tak perlu sampai menimbulkan kerusuhan apalagi sampai disusupi motif – motif berbau politik.
Tahun ini negara kita akan tegap berdiri selama 73 tahun, usia yang cukup untuk dikatakan negara yang dewasa. Sudah seharusnya peringatan hari buruh dimaknai sebagai peristiwa agung yang dapat dijadikan koreksi kita bersama. Memasuki tahun–tahun panas karena penyelenggaraan pilkada serentak serta pendaftaran bagi capres – cawapres yang akan berlaga di tahun 2019, peristiwa hari buruh ini sangat mungkin disisipi oleh kepentingan politi, oleh sebab itu kita sebagai warga negara yang baik hendaknya dapat bersikap dewasa dan tidak membesar – besarkan segala peristiwa yang terjadi di negeri ini.
May day, selamat hari buruh bagi para buruh di seluruh tanah air. Hari ini diperingati sebagai hari besar bagi saudara – saudara sekalian, hari buruh tidaklah harus diwarnai dengan demo yang berujung pada tindakan yang anarkis. Demo berarti menyuarakan aspirasi bukan merusak fasilatas kita sendiri, sebab fasilitas umum juga milik kita bersama.
Seperti yang terjadi di pertigaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahukah saudra apa yang masyarakat lihat dari aksi yang dilakukan disana? Bukan peringatan hari buruh dan tuntutan para buruh yang dilihat masyarakat atau mungkin juga yang dilihat oleh pemerintah, yang mereka lihat justru adalah kerusuhan yang saudara – saudara buat. Mereka membuat kerusuhan dengan membakar pos polisi, merusak fasilitas umum, dan membakar ban di jalan. Tahukah bahwa yang disoroti bukanlah tuntutan yang saudara – saudara berikan, tetapi kerusuhan yang saudara buat sendiri. Mereka mengecap suatu intansi sebagai biang kerusuhan, padahal tindakan itu dilakukan oleh oknum yang mungkin berasal dari berbagai instansi maupun berasal dari luar instansi yang dicap tersebut. Hari buruh yang sakral ini akhirnya malah dicederai dengan peristiwa yang terjadi disana.
Sebagai mahasiwa, hendaknya dapat mencerminkan suatu keadaan yang dialaminya dengan bijak. Melakukan tindakan yang rasional serta tidak merugikan pihak – pihak tertentu. Sebagai generasi yang dikatakan sebagai generasi terdidik haruslah berpikir dua kali apabila akan melakukan tindakan- tindakan yang mencerminkan orang yang mengenyam pendidikan tinggi.
Hari buruh harus dimaknai sebagai peringatan dan penghormatan bagi para kaum buruh, berdemolah dengan bijak serta dengan tata cara yang baik. Jangan terprovokasi berbuat tindakan yang merugikan, apabila kita berdemo dengan kerusuhan, yang orang saksikan adalah kerusuhan yang kita perbuat, bukan tuntutan yang kita berikan untuk pemerintah. Selain demo mahasiswa bisa membuka ruang diskusi antara buruh dengan pemerintah serta pihak perusahaan, cara – cara yang elegan seperti itu juga akan mencerminkan citra mahasiswa sebagai kaum yang “katanya” terdidik.
Diakhir tulisan ini, marilah kami mengajak seluruh pembaca baik para buruh pemerintah, para perusahaan serta mahasiswa, agar lebih terbuka dan lebih mengutamakan ruang diskusi yang sudah mulai sirna dari kebiasaan kita. Berdemolah dengan cara yang bijak dan baik sebab suara kita bisa terdengar dengan berdemo dengan tata cara yang baik bukan dengan kerusuhan. Hari buruh kita jadikan sebagai pembelajaran bersama sebagai ajang koreksi bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan kaum buruh.
Opini ditulis oleh Restu Aji
Rabu, 2 Mei 2018