Anda berada di
Beranda > News > HIZKIA: FILM ADALAH HASIL PERENUNGAN YANG DISIMBOLISASIKAN

HIZKIA: FILM ADALAH HASIL PERENUNGAN YANG DISIMBOLISASIKAN

YOGYAKARTA – Pemutaran empat film dalam Program Light of Asia di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Sabtu (2/12), sangat berarti bagi Hizkia Subiyantoro sebagai sutradara film Roda Pantura. Film karya pria kelahiran Yogyakarta itu termasuk satu dari empat film yang diputar di TBY, selain Hondo, The Honor, dan Tradition. Hizkia, yang hadir dalam sesi diskusi seusai pemutaran, membagi kisah selama produksi film Roda Pantura kepada penonton.

Tiga penonton menyerbu Hizkia dengan pertanyaan-pertanyaan seputar produksi dan detail film pada sesi diskusi itu. Salah seorang penanya bernama Sandra bertanya kepada Hizkia terkait keputusan untuk menampilkan film dalam bentuk animasi. Untuk pertanyaan itu Hizkia menjawab, “ini film fiksi dan buat saya lebih mudah jika dituangkan dalam bentuk gambar. Namun, alasan utama, karena saya belajar teknis ini secara khusus sejak tahun 2004.”

Roda Pantura merupakan satu-satunya film pendek animasi yang diputar hari itu. Hizkia menghadirkan realitas yang dijalani oleh masyarakat Pantai Utara (Pantura) dalam karyanya. Seting waktu film menyorot periode 1998 dan krisis ekonomi yang memiliki arti khusus pada konteks sosial tanah air. Pemilihan Pantura sebagai seting tempat film tidak hanya karena kedekatan Hizkia dengan wilayah itu, tetapi juga karena bagi Hizkia Pantura menyimpan nilai filosofis yang sangat khas. Menurut Hizkia, lokalitas (Pantura) yang diangkat jelas sangat dekat dengan penikmat film dalam negeri dibanding ketika disuguhkan kepada penonton mancanegara.

Yang paling menarik dari karya Hizkia ialah ketiadaan komunikasi secara verbal atau dialog antar-tokoh. Komunikasi dalam film dihantarkan melalui teks atau bahasa tulis di bak truk dan tulisan-tulisan pengumuman yang jamak ditemui di jalanan. Kalau pun ada suara, itu berasal dari musik dangdut dan berita-berita dari radio. “Bagi saya, film merupakan simbol-simbol yang diurutkan dan ini menjadi semacam tantangan buat penonton untuk memahaminya. Artinya, satu frame [dalam film] pun berbicara.” Terang Hizkia.

Dalam sesi wawancara dengan Tim Publikasi Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF), Hizkia menyampaikan pesan dan harapan untuk penyelenggaraan JAFF berikutnya. Ia berharap pengurus JAFF berkenan untuk menambah film-film berbentuk animasi lebih banyak lagi. “JAFF perlu menambah film animasi, karena kontennya juga tidak melulu untuk anak-anak dan memiliki kekhasan tersendiri pada pengalaman menontonnya. Mungkin tidak semuanya, saya pikir diperbanyak minimal 30% [dari keseluruhan film yang disuguhkan].” (Achmad FH Fajar/qin)

Artikel Serupa

Ke Atas