Foto masyarakat Ponggok saat upacara HUT RI 72 tahun 2017. Diambil dari dokumentasi pribadi.
Kehidupan di desa berbeda dengan kehidupan di kota, hidup di desa tidak akan terlepas peran kita untuk bermasyarakat. Itulah yang menjadikan masyarakat desa memiliki rasa empati yang lebih tinggi daripada masyarakat di kota. Tidak dapat dipungkiri bahwasannya kehidupan masyarakat desa melekat dengan budaya tegur sapa, budaya gotong royong , dan masih seabreg budaya yang berkembang di masyarakat desa lainnya. Apabila ada masyarakat yang engan untuk melakukan budaya –budaya yang masih tumbuh subur di masyarakat maka hal itu akan menjadi gunjingan di masyarakat. Sebagai contoh hal sepele saja kita lewat di depan kerumunan orang yang sedang ngobrol lalu kita tidak melakukan tegur sapa pasti timbul omongan “wong kae kok le ngleleng po ndarani ora ono uwong po yo yu”, “ra ndue suoro kae ki yu”, “anakke sopo to kae mau” itu adalah hal sepele yang tidak kita lakukan yang bisa menjadi bahan gunjingan. Sebenarnya norma-norma di masyarakat itu sangat baik karena dengan itu semangat kebersamaan empati gotong royong akan tetap tumbuh di tengah-tengah masyarakat yang heterogen.
Berbicara kehidupan di masyarakat pasti tidak akan ada habisya, tapi pada tulisan ini saya akan membahas mengenai kelompok masyarakat yang memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di universitas khususnya kaum muda. Orang tua mendambakan agar anak-anaknya dapat sekolah setinggi-tingginya supaya bisa mengangkat derajad orang tuannya istilah jawannya “mikul duwur mendem jero”. Tapi apalah daya orang tua karena kehidupannya di desa yang pekerjaannya sebagai petani hanya mampu menyekolahkan anakknya samapai jenjang SMA saja, itupun sudah alhamdulilah karena di masyarakat kita pendidikan masih dianggap sebagai syarat utuk bisa mencari pekerjaan. Karena saat ini karyawan- karyawan untuk bisa di terima harus lulusan SMA. Tapi masih ada masyarakat desa yang mampu mnyekolahkan putra-putri mereka di universitas walaupun hanya segelintir orang saja. Hal itu menjadi kebanggan tersendiri bagi orang tua mereka.
Seseorang yang berkependidikan (kuliah) di harapkan oleh masyarakat mampu membangun desanya dengan ilmu yang telah mereka dapatkan. Membuat perubahan setidaknya di lingkungan karang taruna. Karena tugas karang taruna salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya warga yang menjadi mahasiswa masyarakat memberikan kepercayaan bahwa pemikiran mereka akan lebih luas dan terbuka sehingga memungkinkan adanya perubahan seiring dengan dinamika masyarakat yang ada. Akan tetapi dengan maraknya era digitalisasi ini banyak mahasiswa yang menyibukkan dirinya dengan media sosial ketimbang dengan masyarakatnya. Itu menjadi keprihatinan saya sendiri yang juga masih menjadi mahasiswa.
Selain isu digitalisasi banyak mahasiswa desa yang jarang pulang bahkan bisa dihitung jari berapa kali mereka pulang. Mungkin itu karena menjadi mahasiswa memiliki tugas yang sangat banyak dan kegiatan organisasi yang sangat padat. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri sesibuk apapun kita tidak boleh kita melepaskan peran kita sebagai bagian dari masyarakat. Saya adalah salah satu yang tidak begitu aktif di lingkungan kampus entah mengapa saya tidak rela apabila saya lebih banyak memikirkan individual saya ketimbang peran saya sebagai karang taruna dengan tugasnya. Di desa saya sat ini ada sekitar 4 mahasiswa yang kuliah di tempat dan jurusan berbeda. Ya memang sedikit maklum karena desa kami yang kecil dan agak jauh dari pusat kota. Kebanyakan pemuda di desa kami bekerja sebagai karyawan. Untuk itu untuk bisa memajukan sebuah desa perlu adanya komitmen bersama. Karena sering kali ada mis-komunikasi antara angota di karang taruna. Hal itu menyebabkan banyak kegiatan yang hanya berhenti sebagai sebuah wacana belaka. Mungkin juga karena keterbatasan biaya juga menjadi penghambat utama.
Mahasiswa seharusnya mampu memberikan teladan bagi anggota yang lain. Menjadi besar dan berkembang di kampus tetapi mengacuhkan kegiatan-kegiatan di masyarakat menurut saya itu hal yang keliru. Saya senang banyak teman teman saya yang tumbuh dan berkembang di kampus nya masing-masing tetapi, saya juga berduka karena ada yang mengecil di masyarakat. Pergi dan mencari banyak bekal untuk bisa membangun masyarakat adalah hal yang mulia tapi pergi dan mencari untuk dirinya sendiri itu tidak adil. Apakah sekembalinya kita nanti tidak membutuhkan masyarakat ? Salah besar kita akan kembali ke masyarakat lagi. Berapa kali kita meakukan rapat untuk kegiatan kemahasiswaan tapi ingatkan kapa terakir kalian rapat dengan karang taruna, apa kontribusi kita dalam membangun masyarakat. Apa hanya sebatas teori apa sudah sampai praktik. Masyarakat terus menilai peran kita menilai apa yang kita perbauat untuk masyarakat. Kita sering berbicara dengan orang–orang di luar sana dengan teman yang mungkin baru dikenal, tapi taukah bahwa kapan anda terakir mengobrol dengan tetangga anda yang sudah anda kenal puluhan tahun. Yang menjenguk anda pertama saat sakit, yang membantu bila anda kesusahan. Saya sedikit bingung mengapa anda tidak meluangkan waktu ada sedikit saja untuk masyarakat. Sesibuk apapun annda saya rasa adalah keliru besar bahwa mengobrol dengan tetangga adalah hal yang tidak begitu penting. Mari kita sebagai generasi yang berkependidikan ikut memangun masyarakat kita jagan hanya diam seolah tidak tahu. Jangan samapi nanti hukuman dari masyarakat menimpa kita.
Di akhir tulisan ini saya menujukan tulisan ini bagi semua oang yang merasa tumbuh dan berkembang di kampus tetapi mengecil di masyarakat, bukan hanya di lingkungan saya tetapi di lingkungan pembaca sekalian. Saya sering mendengar alasan dari teman saya bahwa saya kuliah terus kerja terus ngekos udah capek tidur. Dan yang lebih parah lagi saya lupa kala ada pertemuan saya lagi rapat di luar. Sebenarnya hati saya sedih mereka meluangkan waktu sebulan sekali saja sangat sulit. Ingatlah wahai mahasisiwa engkua adalah bagian dari masyarakat juga. Apabila apa-apa kamu masih harus selalu minta diingatkan maka anda tidak akan terbiasa. Marilah bersama kita rubah karena belum terlalu parah karena setelah menjadi dewasa kita menjadi masyarakat kita akan membutuhkan masyarakat. Tetapi kalau kita saja tidak pernah berkontribusi untuk masyarakat jangankan kita minta tolong masyarakat untuk membantu untuk datang saja ke sebuah hajatan yang anda buat mungkin masyarakat tidak akan hadir. Ingat sebuah pepatah jawa “sopo sek nandur bakalan ngunduh”. Ingat satu hal “TUMBUH DAN MEMBESAR DI KAMPUS TIDAK BERARTI MENGECIL DI MASYARAKAT’’
Opini Ditulis Oleh Restu Aji, Mahasiswa yang lahir di Bantul 23 September 1996, tinggal di Jerukan Ponggok Sidomulyo Bambanglipuro Bantul, pembuat blog; http://restuajiembantul.blogspot.co.id/, Kamis, 02 November 2017.