Anda berada di
Beranda > News > Paguyuban Angklung Tolak Surat Peringatan yang Melarang Mereka Beroperasi di Pinggir Lampu Merah

Paguyuban Angklung Tolak Surat Peringatan yang Melarang Mereka Beroperasi di Pinggir Lampu Merah

Paguyuban Angklung ajukan keberatan atas Surat peringatan dari Satpol PP (foto: Christian Yanuar)

YOGYAKARTA – Sebanyak 15 Komunitas Angklung Yogyakarta yang tergabung dalam Paguyuban Angklung Yogyakarta (PAY) meminta bantuan kepada Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Pandawa terkait kebijakan pemerintah yang melarang mereka mencari nafkah di pinggir-pinggir jalan lampu merah di Kota Yogyakarta, Selasa (4/4/2017).

Direktur LKBH Pandawa, Sugiarto SH mengatakan, komunitas ini sudah lama beroperasi di sudut jalan lampu merah di wilayah Kota Yogyakarta, sebagai bentuk aksi pertunjukan seni angklung untuk menghibur masyarakat yang sedang menunggu lampu merah. “Namun saat ini para seniman angklung ini sedang resah, karena diterbitkannya Surat Peringatan (SP) II No. 180/01525/C tanggal 23 Maret 2017 yang menyebutkan kegiatan angklung pinggir jalan menganggu ketertiban kenyamanan pejalan kaki di trotoar,” jelasnya saat jumpa media, Selasa (4/4/2017) di kantor LKBH Pandawa.

Sebelumnya, lanjut Sugiarto SH, Satpol PP juga mengeluarkan SP I nomor 300/719/C tanggal 24 Mei 2016 yang melarang adanya kegiatan angklung di pinggir jalan.

“Atas diterbitkannya dua SP tersebut, PAY merasa bingung dan resah. Bagaimana kami bisa hidup kalau dilarang. Surat tersebut cacat hukum dan administrasi, “ tandasnya.

Di sisi lain, tambah Sugiarto SH, pihaknya ingin menepis anggapan bahwa kegiatan seni seperti yang mereka lakukan termasuk kategori gelandangan yang mengganggu ketertiban dan kenyamanan pejalan kaki.

“Kita tidak merasa menganggu pejalan kaki, buktinya di trotoar masih banyak ruang yang tidak terpakai. Pelaku seni dilindungi konstitusi, kami bukanlah gelandangan tapi pelaku seni yang mempertahankan hidup sebagai manusia yang memiliki harkat martabat dilindungi oleh Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia,“ tambah Sugiarto SH.

Atas hal tersebut, lanjut Sugiarto, PAY menuntut agar SP I dan II tentang pelarangan operasi angklung di DIY untuk segera dicabut. Selain itu, dirinya menolak keras stigma atau pandangan bahwa pekerja seni angklung adalah gelandangan dan pengemis (gepeng).

Menanggapi hal tersebut, Kasi Penegakan Perundang-undangan Daerah Satpol PP DIY, Lilik Andi Ariyanto mengatakan, surat peringatan kedua itu tetap diberlakukan, sambil tetap melakukan komunikasi dengan pihak paguyuban angklung. (ynr)

Artikel Serupa

Ke Atas