YOGYAKARTA – Keberadaan masyarakat adat di Indonesia sejatinya masih sangat kental, dan masih tersebar di seluruh penjuru nusantara. Komunitas adat ini terus mengalami dinamika, bergerak, maupun terintervensi oleh banyak hal, yang kemudian menjadikan perubahan bentuk, rupa dan model transformasi dalam kehidupan komunitas adat itu sendiri. Perubahan itu meliputi banyak aspek, mencakup demografis, ekologis, sosial, ekonomi hingga politik.
Eksistensi komunitas adat, dengan demikian, sangatlah penting untuk tetap terinventarisir dan terdokumentasi secara aktual. Data-data aktual merupakan pijakan penting dan strategis bagi pemerintah, dan berbagai pihak terkait lainnya. Terutama untuk menghasilkan program dan kebijakan yang berdaya guna, serta berhasil guna sesuai dengan bentuk, kondisi serta persoalan yang terjadi di komunitas adat.
Pada tahun anggaran saat ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, (Kemendikbud) melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi bekerjasama dengan PB AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) untuk membangun pendataan bersama terhadap komunitas adat di Indonesia. Dalam jangka panjang, kerjasama ini dimaksudkan akan menghasilkan data yang cukup komprehensif tentang komunitas adat di Indonesia.
Pendataan pun dilakukan, melalui Workshop Pendataan Komunitas Adat, yang dilangsungkan di kota Yogyakarta, mulai 15 hingga 18 Oktober 2019. Pendataan ini dimaksudkan untuk memutakhirkan data aktual komunitas adat, seperti mengidentifikasi lembaga/pranata pada komunitas adat, memetakan teritorial dan tata wilayah komunitas adat, mengetahui kondisi demografi saat ini, dan mengidentifikasi potensi obyek pemajuan kebudayaan.
Ditemui di sela-sela Workshop, Rukka Sombolinggi, Sekjen AMAN, menyatakan bahwa pihak AMAN ingin membantu pemerintah akibat tumpang-tindihnya informasi, terkait keberadaan komunitas adat di Indonesia.
“Ini adalah bagian dari komitmen AMAN untuk memastikan bahwa pemerintah dapat memiliki informasi yang valid, dan cukup untuk bisa mengambil kebijakan yang tepat untuk masyarakat adat, serta membuat program yang strategik, efisien, dan efektif untuk masyarakat adat,” ujar Rukka Sombolinggi yang diwawancarai di salah satu hotel di Yogyakarta, Rabu (16/10/2019).
Lebih lanjut, Rukka menyayangkan bahwa niat AMAN untuk membantu pemerintah, dirasa masih kurang mendapat apresiasi yang sepadan, akibat ketidakmampuan pemerintah untuk menyelesaikan Undang-undang terkait Komunitas adat.
“Jika ingin melindungi komunitas adat, atau informasi kebudayaan yang beragam, Bhinneka Tunggal Ika, maka satu-satunya cara adalah dengan mengesahkan Undang-undang masyarakat adat, dan memastikan bahwa pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dapat diperkuat di negeri ini,” tambah Rukka.
Adapun workshop ini diharap akan mampu memberikan solusi kepada pemerintah, tentang pentingnya keberadaan masyarakat adat, dan menyadari sepenuhnya bahwa keberadaan mereka harus terlindungi dengan adanya Undang-undang yang sah, dan diakui oleh bangsa dan negara. (qin)