Anda berada di
Beranda > Opini > Momentum Hari Guru, Siapakah Mereka Sebenarnya?

Momentum Hari Guru, Siapakah Mereka Sebenarnya?

Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan nasional

Tanggal 25 November biasa diperingati sebagai hari guru nasional. Peringatan tahunan yang diselenggarakan sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan tanpa tanda jasa. Negara yang telah berdiri sejak 72 tahun lalu, terus berupaya mensejahterakan para guru dengan berbagai hal. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk apresiasi negara untuk para guru sebagai pendidik genarasi penerus bangsa.

Dewasa ini, masyarakat dikejutkan dengan adanya peristiwa tak pantas yang dilakukan siswa kepada gurunya, begitupun sebaliknya. Peristiwa yang sempat viral di media sosial diantaranya adalah seorang guru yang menegur muridnya yang ditegur lalu murid tersebut memaki dengan bahasa kasar. Bermaksud untuk mendisiplinkan muridnya, guru tersebut lalu menampar, dengan tamparan yang tanpa tenaga dan tak berbekas. Akan tetapi murid tersebut tidak terima diperlakukan seperti itu oleh gurunya, lalu melapor kepada orang tuanya. Kemudian orang tuanya datang ke sekolah dan menghajar guru tersebut sampai babak belur. Peristiwa yang terjadi di Makassar pada Agustus 2016 lalu ini menjadi bahan perbincangan berbagai kalangan. Sungguh miris ketika mendengar berita tersebut, untuk mendidik memang tidaklah mudah apalagi generasi muda saat ini banyak yang berpikiran pendek tanpa memperhatikan konsekuensinya.

Begitu juga kelakuan guru bejat kepada muridnya, beberapa berita bermunculan di beranda Facebook saya tentang peristiwa tak pantas yang dilakukan oleh oknum guru tersebut. Berita yang mengatakan seorang guru agama menghamili muridnya sendiri. Menjadi bingung ketika sosok yang begitu dihormati justru malah berbuat hal tidak senonoh, apalagi ketika dilakukan oleh seorang yang faham agama. Ironis memang ketika kita mendengar berita –berita seperti itu.

Berbicara tentang persoalan guru tak kalah pentingya membicarakan tentang guru honorer. Seseorang yang mencurahkan seluruh daya dan usahanya untuk mencerdaskan anak bangsa, berbanding terbalik dengan upah yang diterimanya. Sangat jauh dari kata pantas, malahan gajinya lebih rendah dibanding dengan buruh harian lepas. Bayangkan saja untuk bekerja sebulan hanya digaji empat ratus ribu. Jika dirata-rata gaji mereka per hari hanya tiga belas ribu rupiah. Mengerjakan laporan yang begitu banyak dengan tugas yang diemban juga cukup berat. Bahkan terkadang mendapatkan perlakuan tak pantas dari muridnya. Berbanding terbalik dengan guru yang sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil, kehidupan mereka sudah jauh lebih baik daripada guru honorer. Bahkan guru yang sudah berstatus PNS juga bisa mendapatkan sertifikasi serta gaji ketiga belas. Hal itu jelas berbanding terbalik (dengan guru honorer) tapi memang itulah adanya.

Hari guru adalah momentum untuk kita bangkit dan menjadi Indonesia yang maju. Lalu pertanyaaannya saat ini, sebenarnya yang kita anggap sebagai guru itu siapa? Apakah mereka yang mendidik kita di bangku sekolah saja? Atau mereka yang mengajari kita mengaji? Siapa pula yang kita sebut sebagai guru?  Menurut  saya pribadi, yang disebut guru itu adalah semua orang yang memberikan kita ilmu entah itu mengajarkan kita akan moral, mendidik kita akan kebaikan. Siapapun mereka baik yang pernah ditemui ataupun tidak. Karena ada sebuah pepatah atau istilah bahwa “setiap orang adalah guru, dan setiap tempat adalah sekolahan”, istilah yang begitu indah dan penuh makna. Siapapun mereka yang mengajarkan akan kebajikan adalah guru kita juga. Orang tua kita juga sebenarnya adalah guru kita. Mereka yang mengajarkan kita untuk hidup sederhana dan penuh dengan petuah untuk kebaikan hidup. Mungkin kita sendiri juga bisa menjadi guru bagi mereka yang membutuhkan. Di hari yang monumental ini, saya mengucapkan selamat hari guru teruntuk guru – guru yang telah memberikan pengajaran kehidupan yang sesungguhnya kepada saya.

Hari guru adalah saat dimana kita memberi penghargaan untuk mereka yang telah berjasa membuat hidup kita lebih baik. Jujur dahulu saya pernah berhenti sekolah karena ibu saya bekerja di luar negeri, saya sempat berhenti sekolah selama 2 tahun. Akan tetapi berkat motivasi yang mereka berikan kepada saya, akhirnya saya sekarang berhasil menduduki bangku perkuliahan. Saya membuktikan kepada guru – guru saya semua bahwa ini adalah bentuk pengabdian saya untuk mereka. Guru adalah nafas bagi anak – anak,  mereka adalah semua orang yang berjasa dalam hidup kita, siapapun mereka, bahkan mungkin bagi mereka yang dianggap tidak berguna sekalipun sejatinya juga bisa menjadi guru dalam kehidupan kita.

Guruku, engkau adalah nafasku, berkatmu aku tumbuh dan berkembang melanjutkan kehidupan ini. Marilah kita semua saling berbenah diri, baik guru, murid orang tua, pemerintah, dan masyarakat, dan jangan saling diantara kita ada yang saling menyalahkan. Belajarlah dari semua kasus yang pernah terjadi agar dapat menjadi pembelajaran bagi kita.

Di akhir tulisan ini saya akan sedikit menyinggung momentum hari guru ini. Pendidikan yang kita dapatkan bukan hanya pendidikan yang ada di bangku sekolah, melainkan dimanapun kita berada. Guru dalam bahasa jawa berarti “Digugu Lan Ditiru”. Janganlah menunggu orang menjadi panutan, tetapi mulailah belajar menjadi panutan itu sendiri. Selamat hari guru para pahlawan Tanpa Tanda Jasa, walapun jasamu tak tertulis di secarik kertas, tetapi jasamu akan selalu tertulis di hati yang ikhlas. Teruslah Menginspirasi Tanpa Henti, Karena Setiap Langkahmu Adalah Kebaikan .

 

Opini Ditulis Oleh Restu Aji, Mahasiswa yang lahir di Bantul 23 September 1996, tinggal di Jerukan Ponggok Sidomulyo Bambanglipuro Bantul, pembuat blog; http://restuajiembantul.blogspot.co.id, Sabtu, 25 November 2017

Artikel Serupa

Ke Atas